Website BEM-J BKI UIN Sunan Kalijaga

Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan Bimbingan Konseling Islam UIN Sunan Kalijaga(BEM-J BKI UIN SUKA)

Website BEM-J BKI UIN Sunan Kalijaga

Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan Bimbingan Konseling Islam UIN Sunan Kalijaga(BEM-J BKI UIN SUKA)

Website BEM-J BKI UIN Sunan Kalijaga

Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan Bimbingan Konseling Islam UIN Sunan Kalijaga(BEM-J BKI UIN SUKA)

Website BEM-J BKI UIN Sunan Kalijaga

Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan Bimbingan Konseling Islam UIN Sunan Kalijaga(BEM-J BKI UIN SUKA)

Website BEM-J BKI UIN Sunan Kalijaga

Bem-J BKI menerbitkan Buletin tri Bulanan, KONSISTEN

Senin, 09 September 2013

Menulis Adalah Bagian dari Iman

Oleh : Siti Thohurotul Ula, S.Sos.I, M.Pd.I
Pemerhati Dunia Pendidikan


Kemajuan suatu bangsa tanpa disadari terletak dari kegiatan “menulis”. Banyak bangsa-bangsa yang telah punah dan tidak dikenali tentang kemajuannya hingga saat ini. Hal tersebut dikarenakan tidak adanya literatur-literatur yang ditemukan. Kemajuaan ilmu pengetahuan dan teknologi sendiri tidak terlepas dari kegiatan menulis. Kegiatan penghimpunan suatu ide dengan menulis akan melahirkan suatu karya yang akan terus dihimpun, dibaca, diaplikasikan serta dikoreksi oleh para penurusnya.

Seseorang yang gemar menulis, dan membuat suatu karya yang berbentuk tulisan (seperti buku) ibarat manusia yang berumur panjang bahkan abadi hidupnya. Hal ini dapat kita buktikan dengan adanya para pengarang-pengarang buku yang ratusan tahun telah berlalu hidupnya, akan tetap masih dikenal dan harum namanya hingga sekarang. Sebut saja ilmuan-ilmuan Islamseperti Imam Syafi’i, Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam as-Suyuti dan masih banyak lagi. Mereka senantiasa menjadi tauladan, dengan ide-ide dan tulisannya yang selalu dipakai dan dipraktikan sampai saat ini.

Islam sendiri memaknai kegiatan “tulis-menulis” sebagai media yang sangat urgen dalam kehidupan manusia. Urgensitas kegiatan tersebut tercermin dalam wahyu yang pertama kali diturunkan kepada utusan-Nya Muhammad saw.

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, yang mengajar(manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidakdiketahuinya”. (Al-Alaq 1-5)

Pada ayat tersebut sangat jelas bahwa keberadaan Islam yang risalahnya dibawa oleh nabi Muhammadsaw, mengajak agar manusia selalu membaca dan menulis. Ayat keempat yaitu “yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam (الذي علم بالقبم)”atau dapat diartikan pula dengan ”Dia (Allah) mengajarkan dengan pena(tulisan)”, memberikan arti bahwa Allah SWT saja mempraktikannya dengan mengajarkan manusia kegiatan menulis sebagai sarana transefer ilmu dan pengetahuaan. Dari sini, dapat disimpulkan bahwa salah satu pesan yang pertama dari risalah Islam ialah menyuruh manusia agar senantiasa “menulis”.

Kalau dalam sebuah hadis disebutkan “kebersihan adalah sebagian dari iman”, maka kita harus yakin pula kalau menulis juga merupakan bagian dari iman. Sebab menulis menyebabkan orang tahu kalau ada hadis yang mengatakan demikian. Andai menulis tidak ada, atau andai apa yang dikatakan Nabi saw.tidak tertulis, mungkin sabda-sabdanya kini akan hilang ditelan zaman. Menulislah yang menyelamatkannya, maka menulis itu sebagai dari pada iman.

Di samping hal tersebut menulis merupakan saran dakwah yang bernilai ibadah Jariyah (pahalanya akan terus mengalir kepada penulis). Konsep ini dijanjikan Nabidengan sabdanya yang artinya antara lain “Barang siapa yang mengajak suatu kebaikan,maka ia akan mendapatkan sepuluh kali kebaikan orang yang mengajarkannya”.

Hasil sebuah penelitian di Amerika yang dilakukan oleh seorang Psikolog yaitu Dr.Pennebaker menemukan berbagai manfaat menulis antara lain; Pertama menulis menjernihkan pikiran. Saat kita mengalami masalah yang berat dan rumit, menuliskan semua masalah kita ternyata berdampak positif untuk menjernihkan pikiran kita sehingga akan lebih memudahkan dalam menyelesaikan masalah. Kedua, menulis dapat mengatasi trauma. Dengan menuliskan trauma yang pernah kita alami, kita akan lebih mudah mengelola trauma kita sehingga kita bisa mengatasi trauma tersebut. Mereka yang tidak menuliskan traumanya lebih rentan dan tidak sembuh dari trauma tersebut. Ketiga, Menulis akan membantu mendapatkan dan mengingat informasi. Belajar dengan menulis akan membuat ingatan kita jauh lebih tajam, sebagaimana pepatah “ilmu pengetahuan itu ibarat sebuah binatang buruan dan tulisan adalah pengikatnya, maka ikatlah ilmu pengetahuan tersebut dengan tulisan (menulis)”, menulis juga dapat membuat syaraf otak kita lebih aktif sehingga kita bisa lebih mengingat pelajaran yangkita pelajari. Keempat, menulis membantu memecahkan masalah. Menulis masalah yang kita hadapi akan membuat kita fokus terhadap masalah itu dan tidak hanya memikirkannya. Memikirkan masalah saja akan membuat pikiran dan otak kita kemana-mana. Dan ini yang membuat kita merasa lebih tertekan. Dengan demikian kita juga akan dengan lebih mudah mencari solusinya. Oleh karena itu marilah kita mulai membudayakan kegiatan “menulis” sebagai investasi pribadi dan masa depan.

*tulisan pernah dimuat di Bernas Jogja, 01/08/2013 dalam Kolom WACANA.

Selasa, 27 Agustus 2013

Ulama Konselor

Oleh : Desi Khulwani
Mahasiswa Bimbingan & Konseling Islam 2011

Telah banyak praktek konseling secara terstruktur maupun tidak terstruktur yang keduanya bertujuan untuk  memecahkan masalah. Jika kita mengingat lagi sejarah islam bahwa Praktek konseling tidak terstruktur atau  non profesi  telah banyak dilakukan bersamaan  sebelum adanya teori-teori tentang konseling maupun teori tentang profesionalitas praktek konseling, karena sejarah  islam telah banyak mempraktekkan konseling non profesi tersebut, yang dicontohkan Nabi-nabi dan para Ulama. Yakni sejalan dengan spiritualitas Nabi dan Ulama yang memiliki derajat kemuliaan menggungguli manusia biasa. Oleh karenanya tidak heran ketika praktek non profesi banyak dilakukan para ulama zaman sekarang dengan ilmu agama dan  spiritualitas yang tidak diragukan lagi.

Ulama sebagai tokoh yang bersahaja dari zaman dahulu hingga sekarang, karena derajat kemuliaan seorang ulama yang dipandang pertama kali oleh masyarakat secara umum. Kemuliaannya yang memancarkan charisma ketentraman, saat memandang bahkan saat bertutur kata yang membawa kedamaian. Inilah salah satu kunci mudahnya dalam penyelesaian masalah,  sehingga menciptakkan ketundukan dan rasa hormat masyarakat terhadap ulama. Apa yang diucapkan dan diperintahnya akan senantiasa dijalani dengan ikhlas, karena masyarakat telah meyakini bahwa apa yang diperintah dan dilaranganya sebuah bentuk kebenaran dan membawa pada kebaikan.

Jika kita tarik dari konseling nonprofesi zaman dahulu hingga sekarang, maka kunci sukses dari proses konseling bukan profesionalitas, maupun keunggulannya dalam menganalisis teori, namun  karena ketinggian derajat kemuliaannya yang tergambar dari kepribadian, karakter, akhlak, dan tercermin dalam  perkataan  yang menghangatkan dan mampu mengurangi 90% beban permasalahan, karena pada dasarnya permasalahan apapun berpusat dari hati maka hatilah yang perlu percikkan ketenangan.

Oleh karena itu para Ulama maupun para Nabi yang dijadikkan contoh bagi konselor islam saat ini, bukan hanya pada profesinilatas semata melainkan pada tingkat spiritualitas seorang konselor layaknya seorang ulama yang hal itu mampu dilakukan oleh siapapun dengan cara menjalani proses menuju  spiritulitas.  Tidak ada proses yang cepat dan mudah,  maka perlu perjuangan dan pengorbanan sehingga mampu  makna spiritulitas dengan mengenal agama dalam  keimann dan ketakwaan, serta  pemahaman terhadap islam secara konfrehensip.

Mengapa segala hal dikaitkan dengan agama, iman, takwa?, maka salah satu  jawabannya ada pada kebenaran firman Allah bahwa “ingatlah Aku maka Aku akan mengingatmu” suarat ayat) , inilah kebenaran firman Allah yanag Allah sendiri yang berjanji dalam firman-Nya. Maka firman inilah yang bisa dijadikkan dasar bahwa agama, Iman dan Takwa adalah kadar intensitas manusia untuk mengingat Allah. Dan ketika manusia telah mudah untuk mengingat Allah maka Allah sendiri yang berjanji bahwa akan mengingat manusia itu dan inilah kunci pembuka pertolongan dan rahmat atas segala urusan manusia.

Mudah untuk disimpulkan bahwa keimanan manusialah yang membuka jalan kemudahan disetiap problem kehidupan, maka spiritualitas seorang konselor sangat penting dalam memecahkan  permasalahan klien, sebagaimana kewajibannya sebagai pembimbing umat. Spiritualitas seorang konselor tidak lain adalah jalan dakwah sebagaimana islam mengajarkan umat manusia untuk menyeru dalam kebenaran.


Minggu, 18 Agustus 2013

Anak Bau Kencur : antara Anarkisme, Kekerasan dan Seks

Oleh : Fauzan Anwar Sandiah

Anarkisme, kekerasan, Seks, dan Sistem Pendidikan adalah empat variabel yang paling banyak muncul ke permukaan jika membahas persoalan siswa karena pada saat yang bersamaan mereka dapat menjadi korban sekaligus pelaku. Mengambil jangka waktu tiga tahun terakhir, 2011 sampai 2013 terdapat sejumlah fakta yang perlu kita bongkar dan selesaikan mengenai masalah aktual dunia Pendidikan kita. Ke empat topik pokok tersebut dapat terbagi ke dalam beberapa garis besar contoh kasus yang muncul di media dua sampai tiga tahun terakhir. Anarkisme dan kekerasan adalah topik yang paling sering muncul. Anarkisme misalnya dapat berkisah mengenai tawuran, pembangkangan, pengrusakan fasilitas sekolah, dan kekerasan dapat berkisar pada kasus bully, pemerkosaan hingga pembunuhan. Sedangkan seks, adalah permasalahan klasik dunia pendidikan yang berkisar soal seks bebas, hingga bentuk yang “mutakhir” sekarang adalah siswa menjadi PSK dan siswa menjadi mucikari.

Anarkisme

Menjelang akhir tahun 2012, korban tawuran sesama siswa pada september hingga desember 2012 adalah Alawi Yusianto Putra (SMAN 6), Jeremy Hasibuan (SMA Kartika), Jasuli (SMPN 6 Jakarta), Dedi Triyuda (SMK Baskara), Ahmad Yani (SMK 39 Cempaka Putih). 15 Mei 2013, kasus Wahyudi Kurniawan (19 tahun) siswa SMKN 35, Jakarta Barat yang meninggal karena terkena celurit setelah tawuran seakan kembali mengingatkan kita kepada para korban-korban meninggal sebelumnya. Penyelesaian kasus anarkisme di kalangan siswa masih belum tuntas. Pernyataan-pernyataan individu dari anggota DPR masih terbukti belum dapat di implementasikan secara kongkrit. Aksi mediasi polisi pada kasus SMAN 6 dan SMAN 70 misalnya, masih memerlukan tindakan yang lebih lanjut.

Anarkisme siswa memang bukan masalah baru. Anarkisme yang muncul dalam bentuk tawuran, pembangkangan terhadap aturan, dan tindakan-tindakan sadisme mungkin tidak akan pernah selesai. Anarkisme siswa adalah representasi dari apa yang kita sebut sebagai mekanisme pertahanan diri. Manusia secara umum mengambil sejumlah bentuk tindakan berdasarkan pada keputusan-keputusan yang dibuat atas dasar analisisnya terhadap lingkungan dan faktor internal dalam diri sendiri karena kebutuhan untuk mempertahankan diri. Anarkisme siswa juga dapat dilihat sebagai celah dari sistem sosial masyarakat yang masih membiasakan diri dengan tindakan kekerasan sebagai jalan pintas menyelesaikan persoalan.

Kekerasan dan Sadisme

April 2013, Priya Puspita Restanti (16 tahun) siswi SMK YPKK, Sleman, DIY ditemukan sudah tidak bernyawa dalam kondisi membusuk. PPR adalah korban pemerkosaan yang dilakukan oleh sekelompok remaja beserta dua orang pria dewasa. Kasus kekerasan dan sadisme juga menimpa Septiana Pangesti (16 tahun) siswi kelas 9 Kalimanah, Purbalingga pada Januari 2013 yang dibunuh dan dikubur oleh rekannya, RAS (16 tahun) warga desa Karangsari, Kalimanah. Maret 2013, juga sebuah kasus pemerkosaan dialami NR (15 tahun) di Jakarta Timur.

Dalam kasus kekerasan dan sadisme, pelaku juga bisa berasal dari lingkungan keluarga, Vicky Riska Suparmin (9 tahun) dibunuh oleh ibu kandungnya, dan ada M (16 tahun) warga desa Tulakan, Sine, Ngawi, Jawa Timur yang diperkosa dan dibunuh oleh bapak kandungnya sendiri.

Di Indonesia, terdapat sekitar 3.969 kasus kekerasan dan pemerkosaan siswa antara tahun 1999-2002, dengan rincian; kekerasan seksual (65.8 %), kekerasan fisik (19.6 %), kekerasan emosional (6.3 %), dan penelantaran anak (8.3 %) sedangkan yang terbaru, pada tahun 2012, terdapat sekitar 2.637 kasus yang berasal dari pengaduan anak atas kekerasan termasuk 62 % diantaranya adalah kekerasan seksual (Kedaulatan Rakyat, Nurlaili, 2013).

Seks Anak Bau Kencur

8 Juni 2013, mucikari bernama NA (15 tahun) ditangkap oleh pihak berwajib di salah satu hotel yang ada di Surabaya Selatan. NA adalah Siswi kelas VIII salah satu SMP Swasta di Gubeng. NA ditangkap bersama dengan DA (17 tahun), DL (16 tahun) dan NR (17 tahun) Siswi SMK swasta kelas X. April 2013, polisi menangkap N, seorang siswi SMP saat menjajakan diri di kawasan gang semen, Cipayung, Megamendung, Bogor.

Topik seks dalam konteks siswa tidak lagi sekedar pada topik seperti seks bebas. Seks, sekarang dimanfaatkan sebagai media alternatif untuk mendapatkan pemasukan finasial. Meningkatnya kebutuhan finasial siswa sebagai remaja dalam konteks sosial menyebabkan mereka menempuh cara-cara instan. Kebutuhan seperti hidup mengikuti tren, yang semula hanyalah bagian dari kebutuhan sekunder (bahkan mungkin tertier), sekarang berubah menjadi kebutuhan primer.

Status sosial di kalangan siswa juga berubah menjadi pemenuhan barang-barang “mewah”. Meskipun ada motif untuk memenuhi kebutuhan akan barang-barang mewah, seringkali kita juga menemukan siswi dengan alasan membantu ekonomi keluarga yang terjun ke dalam bisnis seks. Mei 2013, pengakuan Eka (17 tahun) siswi SMA di Kupang, misalnya yang mengaku menjajakan diri karena terdorong untuk membantu orang tua, mungkin jika diselidik lebih jauh akan ditemukan beberapa kasus serupa di beberapa daerah di Indonesia.  

Menyesal dan mari selesaikan

Siswa adalah individu yang memiliki tiga dimensi dunia pada saat yang bersamaan. Dimensi tersebut terbagi pada dimensi keluarga, dimensi lingkungan sekolah dan dimensi masyarakat luas. Tiga masalah; anarkisme, kekerasan dan seks terjadi pada tiga dimensi siswa ini. Oleh karenanya, masalah siswa adalah masalah kita bersama. Menyalahkan sistem pendidikan, sebagai satu-satunya dalil atas ketidakberesan siswa bukan cara yang paling mujarab. Sistem pendidikan pada akarnya juga berasal dari kesepakatan kita terhadap apa yang disebut sebagai sebuah sistem dan mekanisme. Kita sendirilah yang menciptakan sistem, maka konsekuensi logis, termasuk kegagalan-kegagalannya adalah buah tangan kita sendiri juga.

Satu-satunya cara yang dapat dilakukan secepatnya adalah dengan menciptakan kondisi komunikasi yang baik antara siswa dengan orang tua, dan lingkungan sekitar. Orang tua, guru dan masyarakat harus pro-aktif menjadi pendengar yang setia bagi siswa. Menyediakan ruang untuk berkomunikasi; mendengar keluhan mereka akan menjadi oase psikologis dan sosial bagi siswa. Masalah-masalah yang muncul sedikitnya disebabkan oleh disfungsi komunikasi dan kurangya kepekaan masyarakat terhadap siswa. Kasus kekerasan terhadap siswa seperti yang kita lihat sejak tahun 2000 hingga 2012 masih terus tinggi. masyarakat perlu meningkatkan lagi kepekaan sosial untuk menjaga stabilitas moral. Anarkisme, kekerasan, dan seks siswa mungkin tidak mudah dipangkas sampai ke akar-akar, akan tetapi jika tidak melakukan apapun kita berarti memang merestui kasus-kasus yang menyesakkan dada tersebut terjadi berulang-ulang dan merengut korban yang entah akan bertambah berapa banyak lagi.


Kaleidoskop ini tidak ditujukan untuk menafikan hal-hal positif mengenai siswa. Siswa atau pelajar Indonesia sejak awal abad 19 sudah terkenal akan kecerdasannya. Pelajar-pelajar kita terbukti mampu berkompetisi bersama dengan pelajar dari Negara manapun. Kompetisi fisika, matematika, dan inovasi teknologi sudah beberapa kali menjadi langganan para siswa Indonesia. Akan tetapi komposisi siswa kita juga ada yang tidak merasakan betapa indahnya masa bersosialisasi secara sehat saat menempuh bangku sekolah. Nah sekarang tinggal bagaimana kita mengadakan pemerataan situasi pendidikan yang ramah siswa ke seluruh Indonesia, sehingga muncul “laskar pelangi” yang tidak mengutuk nasib saja. 

*Artikel ini pernah dimuat Repuplika, 19 Juni 2013 dengan judul "Bertutur dalam Optimisme ; Kaleidoskop Siswa"

Minggu, 04 Agustus 2013

Puasanya Mahasiswa

Oleh : Yudi Setiawan
Mahasiswa Bimbingan & Konseling Islam 2011


Puasa adalah salah satu bentuk ibadah yang sangat dianjurkan bahkan disaat-saat tertentu puasa diwajibkan kepada orang-orang yang bertakwa, seperti pada saat puasa dibulan Ramadhan yang akan segera datang ini. Ini menunjukan bahwa puasa sangat penting bagi sebuah konsekuensi keimanan, sebagai ajang pembuktian bahwa kita adalah orang yang beriman kepada Allah dengan menjalankan segala perintahnya termasuk ibadah puasa.

Namun puasa tidak hanya sebatas menahan untuk tidak makan dan minum dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari, atau dari imsyak sampai bedug mahrib seperti yang terlihat oleh mata lahiriah saja. Namun Ada makna yang terdapat dalam ibadah puasa. Puasa menjadi ajang untuk melatih kontrol diri menahan nafsu dari sifat-safat buruk serta menahan dari hal-hal yang dilarang Allah  dan agar lebih mendekatkan kita pada sang Pencipta, Allah SWT.

Terdapat nilai-nilai yang dapat kita ambil dari ibadah puasa. Salah satunya puasa juga mengajarkan kita kontrol sosial, karena dengan berpuasa kita ikut merasakan penderitaan apa yang dirasakan oleh orang-orang yang kurang beruntung. seperti yang dapat kita temui dikolong-kolong jembatan atau perumahan-perumahan kumuh di pinggiran kota. Jangankan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, untuk hari itu saja mereka tidak tau apakah akan mendapatkan uang untuk membeli makanan atau akan mati kelaparan.

Jiwa sosial terhadap orang yang kurang beruntung inilah yang dewasa ini mulai terkikis oleh budaya hedonistik, individualisme, maupun akibat dari kapitalisme. menjadi sebuah tugas besar bagi kita mahasiswa yang mempunyai peran sebagai “agent of change” atau agen perubahan yang merubah ketidaksesuaian menjadi lebih baik. Melalui peranannya inilah diharapkan mahasiswa mampu tergugah untuk merubah kemudian mengawal segala bentuk tatanan sosial kearah kesejahteraan bagi rakyat.

Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah, itulah kata yang tepat. Jika kita menengok sejarah berbagai perubahan yang terjadi di negeri ini tidak lepas dari peranan mahasiswa. Seperti jatuhnya rezim Orde Baru menuju Reformasi pada tanggal 21 Mei 1998 . Orde Baru yang dinilai tidak bisa mensejahterakan rakyat dan mengakibatkan krisis ekonomi berkepanjangan adalah salah satu sifat peka terhadap apa yang dirasakan rakyat Indonesia pada saat itu. Ini pula yang tertanam dalam nilai puasa yaitu ikut merasakan penderitaan yang dialami orang lain, kemudian dari itu diharapkan akan membentuk pribadi sosial control.

Idealnya mahasiswa tidak mendahulukan ego, kepentingan pribadi maupun organisasi diatas kepentingan rakyat. Karena setiap amal perbuatan tergantung pada niatnya. semua tindakan yang dilakukan dan hasil dari suatu perjuangan ditentukan juga oleh niat awal. Apabila niat awal sebuah pergerakan hanya ingin menunjukan eksistensi diri atau organisasinya maka mereka akan mendapatkanya, namun sumbangsihnya tidak akan pernah berarti dalam ranah kemajuan bangsa.

Berawal dari niat yang baik untuk memajukan kehidupan masyarakat, Mahasiswa harus berpuasa menahan ego pribadi, maupun menekan kepentingan kelompok. Disamping itu mahasiswa juga harus menanamkan dalam-dalam nilai kegigihan dalam berjuang melawan segala bentuk ketidaksesuaian yang terjadi dan merubahnya menjadi lebih baik.

Seperti halnya ketika berpuasa, ada saat-saat yang sangat sulit ketika menjalaninya yaitu saat keadaan panas mengundang haus dan lapar. Perlu kesabaran serta kegigihan dalam menjalaninya hingga bedug maghirb sebagai tanda berbuka puasa. Begitupun sebuah perjuangan sebagai “agen of change”, segala perubahan tidak pernah terealisasikan dengan hanya kesenangan melaikan melaui usaha-usaha nan gigih dan menjadikan sabar menjadi teman dalam perjuangan.

Marhaban Ya Ramadhan

Oleh : Yogi Abdul Aziz
Mahasiswa Bimbingan & Konseling Islam 2011

Bulan suci Ramadhan merupakan bulan yang penuh berkah. Dimana pada bulan suci ini umat muslim dikhususkan untuk beribadah yang lebih giat lagi dari bulan-bulan sebelumnya. Pada bulan ini banyak sekali pahala yang tidak bisa didapatkan selain di bualn suci Ramadhan, hal ini Sebagaimana dalam hadis Rasulullah saw:

مَنْ صَامَ رَمَضان اِيْمَانًاوَاحْتِسَابًاغُفِرَلَهُ مَاَتَقدَمَ مِنْ ذَنْبِهِ  وَمَاتَاَخَر

Artinya: "barang siapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan karena keimanan dan mengharapkan keridhaan Allah, akan diampuni dosa-dosanya yang terdahulu" (HR. Ahmad dan Ashhabus Sunah).

Jadi tidak salah jika umat muslim yang akan mengerti keunggulan dibulan suci Ramadhan mesti mereka tidak akan menyia-nyiakannya kesempatan yang waktunya hanya sebulan dalam satu tahunnya. Nmaun yang mengetahui keunggulan bulan suci Ramadhan belum secara universal dan inilah yang disayangkan umat muslim diera moderen ini.

Keragaman umat muslim dalam menyambut bulan suci Ramadhan

Bulan yang satu ini sudah tidak asing lagi untuk didengar, bahkan untuk dirayakanoleh semua kalangan ummat muslimdiseluruh belahan dunia, akan tetapi dalammerayakan bulan yang satu initidak terlepas dari berbagai uamt muslim yang menyambutnya secara berbeda-beda, diantaranya ada yang merayakan sesuai dengan kaidah yang berlaku "ketika di bulan suci ramadhan", ada juga yang merasa biasa saja akan tetapi ikut menjalankan ibadah di bulan suci Ramadhan, ada juga tidak ikut menjalankan ibadah di bulan suci Ramadhan akan tetapi  ia ikut memeriahkannya, dan yang trakhir tidak terpengaruhi sama sekali.

Tidak bisa dipungkiri jika ummat muslim merayakan iabadah dibulan suci Ramadhan sesuai dengan kaidah yang berlaku,  seperti bagaimana mereka cara berdadb-adaban  dalam berkonsultasi hingga mengajukan proposal permohonan kepada Allah SWT. Karena pada dasarnyadi bulan ini merupakan sebuah keuntungan yang tidak ternilai dengan materi, maka dari itulah dianjurkannya untuk lebih memantapkan dalam beribadah kepada Allah SWT, akan tetapi umat muslim seperti ini sudah mulai terkikis oleh budaya asing yang perkembangannya semakin pesat, sehingga identitas muslim yang sebenarnya menjadi tersingkirkan oleh budaya asing.

Disamping yang merayakan dengan sungguh-sungguh ada pula ummat muslim dalam merayakannya secara biasa-biasa saja, dalam artian mereka hanya menjalankan ibadah di bulan suci Ramadhan, namun perilaku sehara-harinyatidak berubah, kesehariannya itu tidak jauh berbeda dengan bulan-bulan yang lainnya. Ummat muslim seperti ini sudah tidak lajim lagi dengan keberadaannya dihadapan kita, karena kebiasaan seperti ini hampir 95% diseluruh belahan dunia. Maka dari itu perlunya ada evaluasi yang lebih mendalam mengenai eksistensi umat muslim saat sekarang ini.

Ada juga umat muslim yang tidak ikut serta dalam ibadah di bulan suci Ramadhan, mereka hanya memeriahkan sebagaimana umat muslim yang lainnya. Perihal seperti ini sudah menjadai buadaya yang sudah berlaku secara turun temurun hingga sekarang.

Adapun kategori yang terakhir yaitu dengan datangnya bulan suci Ramadhan ummat muslim yang satu ini tidak terpengaruhi sama sekali, mereka merasa hal yang biasa-biasa saja. Merka ini dalam KTP (Kartu Tanda Penduduk) tercantum Bergama islam, akan tetapi mereka ini tidak menjalankan sebagaimana yang diajarkan dalam ajaran agama Islam. Ketika bulan suci Ramadhan mereka tidak ikut serta dalam menyambut bahkan  menjalankan ibadah puasa sebgaiaman uamt muslim yang lainnya. Pada intinya anatara bulan suci ramadhan dan bulan yang lain dihadapan mereka tidak ada bedanya sama sekali. Umat muslim seperti ini bagaikan  "ikhfa" (samar-samar) dan sifat seperti ini perlunya direnopasi ke arah "idzhar" (jelas) dalam artian ikhfa disini mereka belum ada kejelasan mengenai beragama, maka dari itu perlunya ada kejelasan antara beragama atau tidaknya karena dikhawatirkan mereka hanya sebatas nongkrong beragama atau hanya ingin mencari identitas saja, karena paradigma saat sekarang ini hanya dijadikan background saja.

Dari keempat kategori ini manakah yang akan kita pilih, namun tidak bisa dipungkiri umat muslim saat sekarang ini lebih dominan pada kategori yang kedua karena pada dasarnya manusia itu sendiri diciptakan oleh Allah SWT tempatnya kebenaran dan tempatnya kesalahan.Perlu kita sadari umat mulsim saat sekarang ini mulai terkikis oleh budaya luar, sehingga dalam merayakan bahkan menjalankan ibadah di bulan suci Ramadhan tidak ada bedanya dengan bulan-bulan yang lainyaitu dengan diindikasikan moral kesehariannya belum mampu merubah kearah yang lebih baik, apa lagi di era globalisasi ini uamt muslim dihadapkan kepada kehidupan yang serba berbagai "instant"yang sifatnya lebih ke sekuler dan dari sinilah jati diri manusia yang sebenarnya akan hilang secara begtiu saja. Disamping itu umat muslim sekarang mudah ter "doktrin"oleh budaya asing, sehingga dengan seiringnya waktu secara perlahan  budaya lokal sedikit demi sedikit mulai terkikis dengan kedatangannya budaya asing.

Untuk menghindari semua keburukan itu maka disini para cendikiawan muslim perlunya update dengan segala perubahan jaman yang kian semakin pesat. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh kuntowijoyo dalam bukunya "filsafat ilmu" yaitu para cendikiawan muslim diwajibkan untuk mempelajari strukturalisme transcendental. Dimana strukturalisme transcendental ini suatu metode untuk menganalisa gejala sosial, khususnya di Indonesia. Dengan bertujuan untuk menerapkan ajaran agama islam yang terkandung dalam teks lama "al-Qur'an dan hadist" pada konteks sosial pada masa kini tanpa merubah struktur islam itu sendiri, yang pada akhirnya akan terealisasinya ilmuisasi profetik islam.

Keunggulan orang yang berpuasa dihadapan Allah SWT

Orang yang ber pusa dihadapan Allah sungguh amatlah mulia baik secara dzohir maupun batin. Orang yang berpuasa diberikan keindahan sebagaimana hadis Rasulullah dalam kitab tanqihul kaul:

قال صل الله عليه وسلم َلخَلُوْفُ فَمِ الصَّاِئِم اَطْيَبُ عِنْدَاللهِ مِنْ رِيْح اْلِمسْكِ

Artinya: sabda raulullah Saw sesungguhnya bau mulutnya orang yang berpuasa itu disisi Allah lebih harum dari baunya kasturi.

Bahkan rasul Allah memberikan sanjungan-sanjungan yang lainnya badi yang menjalankan ibadah puasa dibulan ramadhan, sebagaimana yang terdapat dalam kita tanqihul kaul:

نَوْمُ الصَّاِئمِ عِبَادَةٌوَصُمْتُهُ تَسْبِيْحٌ وَعَمَلُهُ مُضَاعَفٌ وَدُعَاؤُهُ مُسْتَجَابٌ وَذَنْبُهُ مَغْفُوْرٌ
Artinya: sabda Rasulullah Saw tidurnya orang yang berpuasa itu ibadah, diamnya itu baca tasbih, amalnya itu dilipat-lipat, do'anya itu dikabulkan, dan dosanya itu dimaafkan.

Dari kedua hadis ini merupakan sebuah penghargaan bagi umat muslim yang menjalankan ibadah puasa dengan sungguh-sungguh.

Di bulan suci  Ramadhan semua ahli kubur mendapatkan nikmat kubur

Di bulan penuh berkah ini Allah SWT menurunkan berbagai keberkahan terutamanya untuk umat muslim. Disamping umat muslim yang masih hidup bulan ini pula sangat ditunggu-tunggu oleh uamt muslim yang sudah Al-Marhum. Ketikan tibanya bulan suci ramadhan semua ahli kubur mendapatkan nikmat kubur selama bulan suci Ramadhan penuh kecuali selain muslim.

Sering orang berkata bahwa jika umat muslim meninggal dunia ketika di bulan suci ramadhan sungguh mereka sangat beruntung karena mereka tidak langsung dihisab, akan tetapi langsung mendaptkan nikmat kubur selama satu bulan pebuh. Bahkan sering dilontarkan oleh para ulama ketika berceramah bahwa orang muslim yang sudah meninggal sangat menunggu-nunggu dengan kedatangan bulan suci ramadhan, berbeda halnya dengan manusia yang masih hidup banyak sekali berbagai ragam dalam menyambutnya, sebagaimana yang empat kategori tadi pada bagian awal.

29 DAYS OR 30 DAYS

Oleh : Sulistyo Aji
Mahasiswa Bimbingan & Konseling Islam 2011

“ MARHABAN YA RAMADHAN “ selamat datang bulan yang penuh berkah, bulan yang agung bulan yang ditunggu-tunggu oleh seluruh umat muslim yang ada didunia, yakni bulan suci ramadhan. Tahun ini kita akan memasuki bulan Ramadhan yang ke 1934 H. Banyak masyarakat yang senang dengan datangnya bulan Ramadhan ini, seperti tahun-tahun sebelumnya mereka berbondong-bondong dalam menyambut bulan yang penuh ampunan ini dengan berbagai aktivitas ritual yang mereka yakini, diantaranya seperti pergi berziarah ke makam-makam para saudara mereka yang sudah meninggal, adapula yang pergi umroh ke tanah suci bagi mereka yang memiliki niat dan harta yang lebih,ada pula yang jauh-jauh pulang kampung ke desa dari kota hanya untuk bisa sungkem kepada orang tua mereka,dan lain sebagainya. Semua itu pada hakikatnya adalah hal yang baik untuk dilakukan karena bertujuan untuk membersihkan jiwa dan rohaninya agar bersih dari kotoran yang menempel demi datangnya bulan ramadhan ini.

Dalam menyambut awal ramdhan tahun ini, kembali terulang seperti pada beberapa tahun yang lalu mengenai hari pertama untuk berpuasa. Tahun ini ada 2 versi dalam memulai ramadhan kali ini, yakni versi pertama dimulai dari hari selasa tanggal 9 juli 2013, dan versi yang kedua pada hari rabu tanggal 10 juli 2013. Untuk versi pertama difokuskan terhadap pendapat yang menyatakan bahwa bulan sya’ban kali ini adalah 29 hari, ini didasarkan terhadap sudah timbulnya diufuk barat. Pendapat pertama ini mengatakan bahwa walau hanya baru sekian derajat maka sudah memasuki awal bulan, sehingga hal inilah yang membuat mereka menyakini untuk berpuasa mulai tanggal 9 juli 2013.

Sedangkan untuk versi kedua ini, mereka beranggapan bahwa munculnya di ufuk barat baru bisa memasuki awal bulan jika sudah setinggi minimal 2 derajat, dan jika hari itu pula belum mencapai ketinggian yang sudah ditentukan itu berarti awal bulan dimulai hari esok. Ini berarti bulan sya’ban tahun ini 30 hari dan untuk bulan ramadhan tahun ini ada 29 hari. Pendapat ini didukung oleh pemerintah yang telah diadakan rapat isbat pada hari senin malam tanggal 8 juli 2013 oleh kementrian agama dan Majelis ulama indonesia.

Dari kedua versi diatas yang menyatakan adanya perbedaan dalam menentukan awal puasa, itu berarti jumlah puasa dibulan ramadhan tahun ini khusunya yang ada di daerah NKRI ada yang berjumlah 29 hari dan ada pula yang berjumlah 30 hari. Karena nantinya diharapkan hari lebaran idul fitri diperkirakan akan jatuh dihari dan tanggal yang sama yakni 9 agustus 2013.

Kita sebagai kaum cendikiawan hendaknya menanggapi hal ini dengan sikapdan toleran yang baik, tanpa membeda-bedakan mereka yang berpuasa lebih awal atau tidak. Karena perbedaan itu adalah hal yang biasa dan pasti ada dalam kehidupan baik dalam kehidupan beragama maupun bermasyarakat pada umumnya, karena semua umat muslim didunia adalah saudara. Yang terpenting adalah bagaimana kita membuat perbedaan-perbedaan itu menjadi motivasi untuk kita bisa belajar lebih dan belajar mencari tahu ilmu-ilmu tentang agama untuk kemaslahatan umat, sehingga perbedaan itu menjadi indah untuk mengisi dinamika kehidupan, bukan malah menjadi alat pemacu permusuhan.

Tentunya bagi mereka yang akan menjalankan puasa dengan versi yang pertama maupun versi yang kedua, semuanya benar dan baik, karena sudah memiliki dasar yang sama-sama untuk dipertanggungjawabkan. Dan yang terpenting adalah bagaimana niat kita untuk mengikuti yang mana, karena semua ibadah yang kita lakukan bisa diterima atau tidak hanya lah tergantung dengan niat kita masing-masing. So, which your choise “ 29 days or 30 days “ ???

Bisik-Nya

Oleh : Exfarani Amaliya
Mahasiswi Bimbingan & Konseling Islam 2011



Sebenarnya lelah

Tetapi aku harus tetap berjalan, walau entah kapan kan sampai

Kukuatkan kaki untuk berpijak

Dengan langkah tertatih, terdengar suara kaki berjalan dibelakangku

Menoleh


Ternyata Semu...

Awan kabut menutupi jalan kami

Hingga telingaku seakan tuli

Ketika awan kabut berlalu, harapan itu nampak

Kutemukan dia, kusapa dia


Ku perhatikannya, dia membisu dan  berlari mengejar bulan

Terpaku

Angin membawa bisik

“kau tak sendiri”

Menjamu Tamu Agung

Oleh : Muhammad Vajr al-Fajr
Mahasiswa Bimbingan & Konseling Islam 2011

Waktu tak begitu cepat dan tak begitu lambat pula namun tak terasa satu tahun bulan ramadhan yang lalu telah lewat satu tahun dan kini kita semakin dekat lagi dengan tamu yang selalu kita nantikan yaitu bulan suci ramadhan. 

Berbagai persiapan mualai dilakukan banyak umat muslim di dunia tak terkecuali di indonesia , bayak dilakukan  razia tempat-tempat hiburan dan berbagai operasi pembersihan untuk menyambut tamu agung yaitu bulan suci ramadhan. Di luar sana berbagai kalangan dari mulai aparat penegak hukum gencar melakukan operasi pembersihan praktik-praktik maksiat di berbagai plosok kota, polisi gencar mengadakan pembersihan minuman haram dan memusnahkanya. Di sisi lain dikalangan anak muda terutama remaja masjid berbondong-bondong dengan mengadakan rapat membahas persiapan dan kegiatan apa saja yang akan diagendakan untuk menjamu bulan suci ramadhan ini. Dari mulai persiapan dengan yang dilakukan para remaja masjid biasanya melakukan gotong-royong kerjabakti mulai dari memebersihkan masjid, sekitaran masjid dan pemebrsihan karpet-karpet masjid yang kusam berdebu demi rasa nyamannya beribadah terutama sholat tarawih dan kegiatan yang dilakukan di masjid.  

Para remaja masjid pun sibuk dengan persiapan ramadhan, namun di tempat lain yaitu tempat pencucian karpet mulai sibuk melayani antrian pelanggan yang ingin mencucikan karpet masjid. Namun di desa biasanya mereka memilih untuk membersihkan karpet masjidnya dengan bergotong royong karena dinilai akan lebih mengakrabkan para remaja sekaligus melihat kekompakan dan kemajuan remaja masjidnya. Inilah beberapa potret kegiatan menjelang bulan suci ramadahn di desaku yang tidak pernah ada kata berhenti. 

Kegiatan ramadhan biasanya di isi dengan berbagai kegiatan mulai dari sore hari pengajian menjelang berbuka puasa dimana beberapa pemudanya sibuk untuk menjadi pramusaji menghidangkan makanan dan minuman untuk jamuan pengajian menjelang bukan puasa. Menjelang solat tarawih beberapa remaja siap-siap untuk mendampingan anak-anak salat tarawih dan salah satunya menjadi imam sesuai jadwal yang telah ditenetukan kegiatan ini sudah berlangsung 4 periode ramadhan sampai sekarang. Selain itu juga di jadwalkan Kultum (Kuliah tujuh menit) inilah yang menjadi tantangan beberapa anak muda di desaku karena tidak semua anak muda berani tampil kultum di mimbar dengan mayoritas jama’ah shalat tarawih orang tua, pastinya rasa tidak percaya diri akan menghantui. Di masjid-masjid pastinya gencar diadakan kegiatan kultum, namun di desa kegiatan kultum malah menjadi sebuah perlombaan anak muda untuk berlomba-lomba mearih pahala. 

Lihatlah potret remja masjid yang ada di kota dan di desa jelas akan berbeda jauh ketika ada kegiatan kultum banyak yang akan maju apabila ada imbalan, namun bisa di katakan wajar karena langkanya remaja masjid yang berada di kota dan berani untuk berkultum di atas mimbar, dan ini adalah kesempatan bagus untuk para mahasiswa yang tinggal di masjid-masjid sebagai takmir masjid dengan mengikuti berbagai kegiatan bulan ramadhan. Namun untuk melatih ramaja masjid di desa mengadakan pelatihan kultum untuk melatih keberanian berbicara di depan orang lain. Di sisi lain kami panitia ramadhan tidak kehabisan akal karena selain membuat jadwal kultum sholat tarawih, panitia ramadhan juga memebuat jadwal kultum di organisasi Tadarusan putra, Dimana semua anggota yang ikut tadarusan ramadhan wajib dijadwal untuk kultum setiap pertemuan. Kultum di oraganisasi ini dimaksudkan sebagai latihan apabila belum berani kultum di mimbar.

Rata-rata semua anggota terjadwal karena kegiatan tadarusan putra berlangsung setiap hari selama bulan ramadhan.Selain program kultum para remaja juga dijadwalkan untuk menjadi pembawa acara dalam pengajian menjelang buka puasa, ini dimaksudkan juga supaya para remaja berlatih untuk berbicara di depan banyak orang, selian itu kegiatan ini juga bermanfaat melatih individu untuk belajar percaya diri dalam berbicara. Dengan banyaknya organisasi maka remaja masjid pun memanfaatkan SDM dan sumberdaya da organisasi yang ada di desa ini.Kegiatan yang paling padat dibulan ramadhan adalah ketika akan menjelang akhir-akhir ramadhan dimana para remaja dan pemudanya di desaku ini tak pernah berhenti untuk memebuat kegiatan yang meriah salah satunya adalah halal bi halal kegiatan yang dilaksanakan setiap idul fitri. Dimana setiap akhir ramdhan para remajanya pada sibuk melakukan berbagai persiapan.

Disisi lain masjid-masjid di kota besar dan beberapa desa hanya melakukan takbiran pada malam akhir puasa namun pemandangan di desaku hampir setiap tahun pasti berbeda pemudanya sudah pembagian tugas mulai dari siang hari hingga pagi hari. Remajanya sibuk memasak mempersiapkan hidangan untuk kegiatan halal bi halal.Pagi-pagi sekitar jam 7 para remaja masjid sudah pada sibuk mempersiapkan peralatan dan panitia zakat sudah stand buy untuk mengurusi zakat, pembagian tugas sudah merata dengan semua anggota mualai dari gotong-royong persiapan halal bi halal dan zakat serta pencaraian bahan untuk menu esok paginya lebaran.Dan dipastikan seluruh warga desa berkumpul dimasjid untuk saling bermaafan, dari sininalah kegiatan Ramadhan berawal dan puncaknya berakhir di bulan idul fitri. Remaja masjid pada sibuk mulai darai menjadi pramusaji dan beberapa menghandel acara yang sangat meriah ini agar berhasil sesuai dengan rencana. Tradisi ini turun-temurun dari sejak  diri ini masih kecil hingga sekarang masih terjaga karena kekompakan dan perjuangan para pemuda dan remaja masjid. 

Kegitan ini tak pernah terlewatkan dan pasti setiap tahun akan terus ada dan diadakan untuk meramaikan bualan Ramadhan serta lebaran, karena dari mana lagi jika sebuag desa dilihat kemajuan, perkembangannya jika tidak dari pemuda serta remajanya. Dari masjid kita bangkit, pemuda remaja masjid penggerak kejayaan dan kemajuan umat Islam.

Senin, 14 Januari 2013

Jurusan BKI Selenggarakan Workshop Pembuatan Program Basis Data Administrasi Layanan BKI


Jurusan Bimbingan dan Konseling Islam (BKI) Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga menyelenggarakan Workshop Pembuatan Program Basis Data Administrasi Layanan BKI pada Sabtu, 13 Oktober 2012. Workshop yang diselenggarakan di Ruang Sidang lantai 2 Fakultas Dakwah ini dihadiri oleh dosen BKI dan guru-guru BK dari sekolah-sekolah yang bekerja sama dengan Jurusan BKI.

Workshop ini bertujuan untuk merespon kriteria standar pendidikan nasional yang mana mahasiswa BK seharusnya mempunyai berbagai keahlian dan ketrampilan untuk memberikan pelayanan bimbingan dan konseling sesuai harapan. Salah satunya adalah membekali mahasiswa Jurusan BKI dengan keahlian pengelolaan basis data bimbingan dan konseling.

Guna memfasilitasi hal tersebut, jurusan BKI merasa perlu disusun sebuah program komputer pelayanan bimbingan dan konseling.

Seperti yang diungkapkan Ketua Panitia Workshop, A. Said Hasan Basri, S.Psi., M.Si., jika Jurusan BKI sudah memiliki program aplikasi tersebut, maka dapat diajarkan kepada seluruh mahasiswa di Jurusan Bimbingan dan Konseling Islam Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga.

"Apalagi di sisi lain, penggunaan program basis data secara komputerisasi pada administrasi bimbingan dan konseling masih langka digunakan oleh sekolah atau madrasah di Indonesia, sehingga harapannya setelah terbuatnya program komputer ini, nantinya dapat diaplikasikan di berbagai sekolah/madrasah yang membutuhkan," tambah Said Hasan Basri.

Sesi workshop dimulai dengan paparan narasumber, Andik Danang Prasetyo, S.Kom., salah satunya mengenai kriteria software yang baik. Kriteria tersebut diantaranya adalah : software tersebut mudah digunakan oleh siapapun, tidak sering error, mudah dikembangkan sesuai kebutuhan dan kebijakan mendatang, dan kompatibilitasnya dengan sistem operasi. Andik Danang Prasetyo yang juga praktisisoftware development ini menampilkan beberapa program aplikasi BK yang sudah ada. Juga dibahas mengenai kelebihan dan kekurangan masing-masing program. Sesi selanjutnya adalah mengumpulkan daftar kebutuhan pengguna aplikasi BK. Guru-guru BK dari berbagai sekolah antusias menyampaikan respon, masukan, dan harapannya.

Target dari workshop ini adalah tersusunnya sebuah program aplikasi layanan bimbingan dan konseling di sekolah dan madrasah. Kemudian program tersebut akan digandakan, sehingga dapat digunakan secara luas bagi dunia pendidikan khususnya bidang bimbingan dan konseling islam. (ahmd)

Sumber : http://dakwah.uin-suka.ac.id/berita/dberita/95

Dr. Anwar Sutoyo : Pengembangan Laboratorium BKI Hendaknya Tidak Melupakan Al Quran dan Al Hadits


Didasari fenomena pembelajaran di Indonesia yang lebih bersifat teoritis, seakan proses pembelajaran hanya merupakan proses penumpukan fakta, konsep, dan teori semata, jurusan Bimbingan dan Konseling Islam (BKI) mengadakan workshop  laboratorium BKI. Dalam workshop yang dihelat di Bandungan (19-20 Oktober 2012) ini membahas bagaimana agar pembelajaran BKI tidak hanya masalah penyampaian materi belaka, melainkan dengan cara lebih membekali mahasiswa dengan life skill dan budi pekerti. Kedepannya diharapkan mahasiswa bisa mengenal betul kondisi masyarakat secara komprehensif. Tidak lagi menghasilkan lulusan yang cenderung hidup di dunia angan-angan dan tak mampu berbuat banyak terhadap lingkungan sekitarnya.

Salah satu pemikiran untuk mewujudkan tujuan tersebut adalah dengan mengadakan laboratorium BKI dimana di dalamnya mewadahi kuliah praktik dan mengoptimalkan pemanfaatannya. Dalam praktikum diharapkan mahasiswa bisa memperoleh berbagai informasi terkait bidang keahlian, mendapatkan kesempatan untuk menerapkan teori yang diterima di kelas, dan memperoleh pengalaman kerja sesuai bisang keahlian.

Masalahnya, sampai saat ini pemikiran tentang pengadaan laboratorium di BKI selalu mandeg hanya sampai wacana. Setiap pembahasan belum sampai pada masalah teknis dan urung mewujudkan sebuah laboratorium BKI yang jelas.

Salah satu langkah awal yang riil untuk mewujudkan laboratorium BKI adalah workshop laboratorium BKI ini. Dalam workshop ini, jurusan BKI mendatangkan akademisi dari Universitas Negeri Semarang, 

Dr. Anwar Sutoyo. Ketua Prodi BK Pascasarjana UNNES ini menggarisbawahi pengembangan laboratorium BKI hendaknya tidak melupakan dasar segala sumber pendekatan BK yaitu Al Qur’an dan Al Hadits.

Anwar Sutoyo juga menekankan hendaknya laboratorium BKI tidak henti-hentinya menggali lebih jauh ayat Al-Quran untuk diterapkan di bidang bimbingan dan konseling. Karena saat ini banyak konselor melakukan pendekatan ke klien hanya mendasarkan pada teori-teori dari barat. Faktanya, banyak pengalaman kasus yang dihadapi beliau, ada jawabannya di Al-Quran dan Al-Hadits yang dijamin kebenerannya tanpa ada keraguan sedikit pun.

Sementara itu, dalam penyampaian materi sesi kedua, Dr. Nurjannah mengadakan brainstrorming standar kompetensi yang seharusnya dicapai oleh seorang Konselor Islami. Pula, langkah-langkah riil apa yang harus diambil dan segera dilaksanakan untuk percepatan realisasi laboratorium BKI. Targetnya dalam satu tahun kedepan laboratorium BKI sudah terealisasi. Bukan mimpi lagi.(ahmd)

Sumber : http://dakwah.uin-suka.ac.id/berita/dberita/97

Objektifitas di Balik Pembubaran (R)SBI

Oleh : Fauzan Anwar Sandiah
Redaktur Buletin Konsisten 


RSBI dan SBI sejak lama diduga menjadi pelopor diskriminasi dalam dunia pendidikan. RSBI dan SBI, sekolah reguler ataupun akselerasi dicirikan oleh kurikulum, alokasi waktu pembelajaran, sarana dan prasarana. Perbedaan ini berpangkal pokok pada tujuan dan sasaran dari masing-masing jenis satuan pendidikan.  RSBI dan SBI mencolok pada upayanya menghasilkan kualitas lulusan dengan akreditasi yang dianut oleh Negara Anggota Organisation for Co-Operation and Development (OECD). RSBI dan SBI pun dianggap lebih dari sebuah label karena pemenuhan atas kriteria-kriteria seperti, tersedianya pendidik strata dua (S2), penggunaan bahasa internasional, dan sejumlah kegiatan pembelajaran serta alokasi waktu yang berbeda dengan satuan pendidikan lain.

Mahkamah Konstitusi pada selasa (08/01/2012) telah menjatuhkan keputusan dalam perkara permohonan pengujian Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional terhadap; Pembukaan, Pasal 28C ayat (1); Pasal 28E ayat (1), Pasal 28I ayat (2), Pasal 31 ayat (1), Pasal 31 ayat (2), Pasal 31 ayat (3), dan Pasal 36 UUD 1945, dengan akhir pembubaran RSBI dan SBI. Ayat yang menjadi masalah tersebut berbunyi, “Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional.”

Terhitung sejak 28 Desember 2011 surat permohonan pengujian UU sudah diajukan kepada Kepaniteraan Mahkamah dengan berkas yang sebelumnya sudah tercatat sejak 11 Januari 2011. Tujuh pemohon yang terdiri dari swasta, dosen, dan orang tua murid yang dibantu oleh Tim Advokasi “Anti Komersialisasi Pendidikan” akhirnya berhasil menuai kerja keras dalam kurun waktu yang cukup lama yakni dari 2011 sampai 2013. Setidaknya ada tiga alasan penting yang dibawa oleh pemohon dalam  konteks “Legal Standing” sebagai pemohon, pertama, adalah penggunaan APBN sebagai salah-satu sumber pembiayaan RSBI dan SBI;kedua, kekhawatiran akan terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan dana RSBI dan SBI;terakhir mengenai pemungutan RSBI dan SBI yang dianggap janggal dikarenakan alasan pertama.

Akhir dari (R)SBI

Ada 1.300 RSBI dan SBI yang menerima Alokasi dana Block Grant yang berkisar antara 200 sampai 300 juta per tahun untuk jenjang satuan pendidikan dasar sampai menengah yang selama ini berjalan otomatis harus dialihkan kedalam program lain karena keputusan pembubaran RSBI dan SBI oleh MK. Pengalihan dana Block Grant ini harus mencermati dan memaknai persoalan dana Block Grant yang sudah pernah beberapa kali menimbulkan polemik.

Dana Block Grant ini tentu adalah masalah yang tidak kalah penting dibandingkan alasan-alasan ideologis dan paradigmatik atas keberadaan RSBI dan SBI, serta alasan-alasan lain yang berbicara dengan wacana tentang hak-hak warga negara untuk mendapatkan kualitas pendidikan tanpa diskriminasi. Tercatat pada pertengahan tahun 2012, mencuat sejumlah kasus dugaan korupsi yang melibatkan PNS dalam kasus korupsi dana Block Grant senilai 1 M di Mojokerto bulan Juni, serta sejumlah kasus serupa yang melibatkan petinggi/elit pendidikan semisal yang terjadi di Kab. Tangerang pada bulan agustus.

Akhirnya, RSBI dan SBI adalah dinamika dunia pendidikan bagi Indonesia. Keberadaan RSBI dan SBI pada bermacam sisi menyulut pro dan kontra. Sebagai dinamika dalam sistem pendidikan, RSBI dan SBI bisa jadi adalah respon terhadap kebutuhan akan upaya pembangunan kualitas SDM yang lebih mudah terlihat dan secara kongkrit hadir melalui lembaga pendidikan formal. RSBI dan SBI bisa jadi juga adalah cara sistem pendidikan membuka upaya kreatif dalam artian menumbuhkan minat kompetitif positif penyelenggara pendidikan. Dibubarkannya RSBI dan SBI tidak serta merta menjadikan permasalahan telah selesai, perlu dipikirkan juga mengenai biaya perawatan fasilitas, sarana dan prasarana, serta tunjangan bagi para pendidik. Selain itu juga, kemungkinan akan adanya minat yang besar dari orang tua murid berbondong-bondong berpikir untuk memindahkan anaknya ke bekas sekolah RSBI dan SBI, bagaimana dengan persoalan pembiayaan?. Penggunaan kurikulum International Baccalaureate juga entah akan bagaimana nasibnya kelak, karena bahan ajar atau kurikulum ini juga memerlukan dana. Pemerintah memang memiliki alasan atas keberadaan RSBI dan SBI, misalnya, sebagai jawaban atas tuntutan sebagian masyarakat yang menginginkan wadah pendidikan berkualitas didalam negeri. Sehingga murid tidak perlu keluar jauh meninggalkan sanak famili ke luar negeri hanya karena mengejar mutu pendidikan.

RSBI dan SBI yang kemudian disamaratakan menjadi sekolah “biasa”, bagaimanapun juga akan tetap memperlihatkan perbedaan. Jika semangat penolakan RSBI dan SBI adalah spirit hak kesetaraan menerima kualitas pendidikan tanpa ada diskriminasi, maka ini malah menambah pertanyaan yang tidak kalah rumitnya. Kualitas pendidik tidak merata, bahkan cenderung hanya menggemuk pada beberapa regional maju saja, sedangkan di regional pelosok tentu masih harus menempuh perjalanan cukup jauh  untuk mengupayakannya (kualitas guru). Serta bahan bacaan dan update informasi mengenai konten mata pelajaran terutama dalam bidang sains. Alasan bahasa penggunaan bahasa internasional dalam RSBI dan SBI yang juga turut disorot karena dikhawatirkan akan menghilangkan jati diri bangsa, tidak sepenuhnya dapat diterima. Penguasaan bahasa tidak selalu berjalan searah dengan kecintaan terhadap bahasa. Penghargaan terhadap bahasa-bahasa lokal mungkin hanya secara khusus menjadi mata pelajaran mandiri untuk beberapa jenis bahasa saja, semisal bahasa jawa.

Kastanisasi pendidikan yang dianggap tercermin dari hadirnya RSBI dan SBI bukan hal yang baru. Dimana-mana kastanisasi pendidikan selalu ditandai dengan adanya penggolongan dan pembedaan dari biaya operasional pendidikan yang harus dibayarkan oleh pihak penerima layanan pendidikan. RSBI dan SBI sebagai bentuk kastanisasi untuk beberapa aspek dapat diterima dan dapat juga ditolak. Meskipun Penggolongan murid RSBI dan SBI serta sekolah reguler bukanlah penggolongan kastanis, tapi penggolongan permintaan kualitas, serta permintaan kebutuhan variatif dari peserta didik, namun tetap saja ini dianggap bertentangan dengan undang-undang yang telah menjamin pendidikan bagi setiap warga negara.  Pada dasarnya pendidikan bebas diterima oleh siapa saja yang idealnya difasilitasi oleh pemegang kekuasaan. Entah bagaimana pemerintah akan berupaya membangun pendidikan tanpa harus mengorbankan kualitas dan tanpa harus mengorbankan hak warga negara. Entah bagaimana juga sekolah-sekolah dengan bentuk lain yang sebenarnya tidak berbeda dengan RSBI dan SBI yang juga menyerap dana operasional tidak sedikit dan menampakkan kastanisasi karena hanya melayani kaum berduit akan diatasi.

Sumber :
http://edukasi.kompasiana.com/2013/01/10/objektifitas-dibalik-pembubaran-rsbi-523112.html

Komentar Yuk..