Oleh : Desi Khulwani
Mahasiswa Bimbingan & Konseling Islam 2011
Telah banyak praktek
konseling secara terstruktur maupun tidak terstruktur yang keduanya bertujuan
untuk memecahkan masalah. Jika kita
mengingat lagi sejarah islam bahwa Praktek konseling tidak terstruktur
atau non profesi telah banyak dilakukan bersamaan sebelum adanya teori-teori tentang konseling
maupun teori tentang profesionalitas praktek konseling, karena sejarah islam telah banyak mempraktekkan konseling
non profesi tersebut, yang dicontohkan Nabi-nabi dan para Ulama. Yakni sejalan
dengan spiritualitas Nabi dan Ulama yang memiliki derajat kemuliaan
menggungguli manusia biasa. Oleh karenanya tidak heran ketika praktek non
profesi banyak dilakukan para ulama zaman sekarang dengan ilmu agama dan spiritualitas yang tidak diragukan lagi.
Ulama sebagai tokoh
yang bersahaja dari zaman dahulu hingga sekarang, karena derajat kemuliaan
seorang ulama yang dipandang pertama kali oleh masyarakat secara umum.
Kemuliaannya yang memancarkan charisma ketentraman, saat memandang bahkan saat
bertutur kata yang membawa kedamaian. Inilah salah satu kunci mudahnya dalam
penyelesaian masalah, sehingga
menciptakkan ketundukan dan rasa hormat masyarakat terhadap ulama. Apa yang
diucapkan dan diperintahnya akan senantiasa dijalani dengan ikhlas, karena
masyarakat telah meyakini bahwa apa yang diperintah dan dilaranganya sebuah
bentuk kebenaran dan membawa pada kebaikan.
Jika kita tarik dari
konseling nonprofesi zaman dahulu hingga sekarang, maka kunci sukses dari
proses konseling bukan profesionalitas, maupun keunggulannya dalam menganalisis
teori, namun karena ketinggian derajat kemuliaannya
yang tergambar dari kepribadian, karakter, akhlak, dan tercermin dalam perkataan
yang menghangatkan dan mampu mengurangi 90% beban permasalahan, karena
pada dasarnya permasalahan apapun berpusat dari hati maka hatilah yang perlu
percikkan ketenangan.
Oleh karena itu para
Ulama maupun para Nabi yang dijadikkan contoh bagi konselor islam saat ini,
bukan hanya pada profesinilatas semata melainkan pada tingkat spiritualitas
seorang konselor layaknya seorang ulama yang hal itu mampu dilakukan oleh
siapapun dengan cara menjalani proses menuju
spiritulitas. Tidak ada proses
yang cepat dan mudah, maka perlu
perjuangan dan pengorbanan sehingga mampu
makna spiritulitas dengan mengenal agama dalam keimann dan ketakwaan, serta pemahaman terhadap islam secara konfrehensip.
Mengapa segala hal
dikaitkan dengan agama, iman, takwa?, maka salah satu jawabannya ada pada kebenaran firman Allah
bahwa “ingatlah Aku maka Aku akan mengingatmu” suarat ayat) , inilah kebenaran firman
Allah yanag Allah sendiri yang berjanji dalam firman-Nya. Maka firman inilah
yang bisa dijadikkan dasar bahwa agama, Iman dan Takwa adalah kadar intensitas
manusia untuk mengingat Allah. Dan ketika manusia telah mudah untuk mengingat
Allah maka Allah sendiri yang berjanji bahwa akan mengingat manusia itu dan
inilah kunci pembuka pertolongan dan rahmat atas segala urusan manusia.
Mudah untuk disimpulkan
bahwa keimanan manusialah yang membuka jalan kemudahan disetiap problem
kehidupan, maka spiritualitas seorang konselor sangat penting dalam
memecahkan permasalahan klien,
sebagaimana kewajibannya sebagai pembimbing umat. Spiritualitas seorang
konselor tidak lain adalah jalan dakwah sebagaimana islam mengajarkan umat
manusia untuk menyeru dalam kebenaran.