Jumat, 15 Juni 2012

Seminar Internasional BK Hadirkan Pakar Konseling Malaysia


Laporan Oleh : Rina Mulyani, Peserta Seminar International, Wakil Bendahara Bem-J BKI 

9 Juni 2012 IMABKIN (Ikatan Bimbingan Konseling Indonesia) bertempat di Balai Adat, Pekanbaru, Riau, mengadakan seminar internasional yang dihadiri oleh peserta dari berbagai elemen. Diantaranya berasal dari perwakilan guru-guru BK se Provinsi Sumatra, dosen-dosen BK, serta mahasiswa Bimbingan dan Konseling dari seluruh Indonesia, baik PTN (Perguruan Tinggi Negeri), PTS (Perguruan Tinggi Swasta) maupun PTAI (Perguruan Tinggi Agama Islam) Negeri dan Swasta.

            Seminar tersebut terselenggara atas kerja sama HIMA BIKONS ( Himpunan Mahasiswa Bimbingan dan Konseling) Universitas Riau dengan IMABKIN serta ABKIN (Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia) dengan menghadirkan empat pembicara:

  1. Prof.Madya Dr. Salleh Amat (Dosen BK Universitas Kebangsaan Malaysia)
  2. Prof. Prayetno MSc.E.d (Guru Besar BK Universitas Negeri Padang)
  3. Prof.Dr. Syamsu Yusuf L.N (Kaprodi BK Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung)
  4. Dr. Widyo Winarso (Kemendikbud RI, Jakarta)




Seminar tersebut dimulai pukul 08.10 WIB dan berakhir pada pukul 14.50 WIB. Acara terbagi dalam dua sesi. Sebelum masuk dalam pembahasan peserta dihibur dengan tarian adat yang ditampilkan oleh mahasiswa BK UNRI, sambutan oleh ketua panitia yang diwakili oleh Muhammad Subhan mahasiswa BK UNRI, sambutan Ketua IMABKIN Pusat oleh Syahril Ramadhani mahasiswa BK UPI Bandung, dan sambutan ketiga oleh KAPRODI BK UNRI Drs. Abu Asy’ari M.Pd. Kons.



Masuk pada Sesi yang pertama diisi oleh dua pembicara yakni Prof. Madya Dr.Salleh Amat dan Prof. Dr.Syamsu Yusuf L.N.  Dalam makalah Prof. Salleh menyampaikan beberapa hal penting tentang konseling yakni tentang hal dasar yang mutlak dimiliki oleh guru BK.



  Selain kepribadian, contoh, serta teladan yang baik, konselor juga harus “terlatih”. BK memiliki peran yang begitu urgen dalam membentuk peradaban Bangsa terutama melalui jalur pendidikan. Tidak hanya membantu siswa dengan segudang masalahnya namun juga membantu siswa dalam semua bidang di sekolahnya.

Lanjutan penuturanya menyatakan bahwa Konseling telah berkembang di Malaysia sejak tahun 1960an. Perkembangan ini semakin diperhatikan  pemerintah Malaysia mengingat peran konselor sendiri yang dirasa begitu penting. Kompetensi ini tidak akan berkembang jika dimaksimalkan dalam hal materi saja, namun juga ditekankan dalam hal praktik/latihan intensif. Proses mencapai professional ini ditempuh melalui proses yang dilalui dengan melalui beberapa step. Sebagai contoh di Malaysia telah terbentuk CACREP (Counsil for Accreditation of Counseling and Related Educational Program) melalui IRCEP (The International Registry of Conselor Educational Program. Program pelatihan ini dilakukan di luar konseling yang dicetuskan oleh induk lahirnya konseling yakni dari Amerika. Faktor dibentuknya program ini karena beberapa rumusan Amerika yang tidak bisa diterapkan untuk seluruh dunia. Namun IRCEP tetap membentuk standart kurikulum yang hampir sama untuk membentuk konselor yang kompeten dan dipakai di seluruh dunia.

Dibagian akhir pemaparan Prof. Salleh menyampaikan appreciate yang luar biasa dengan perkembangan konseling di Indonesia. Sehingga dengan pertemuan dalam forum ini akan merekatkan silaturrahmi kedua Negara dengan menjalin kerja sama lebih intens di bidang konseling. Kemudian, harapan besar untuk seluruh konselor mampu memberikan kontribusinya membangun peradaban dunia  melalui berbagai lini dapat terwujud.

Pembicara ke II, Prof. Dr. Syamsu Yusuf L.N dengan judul materi “Peran Konselor Dalam Pendidikan Karakter di Era GLobalisasi”, membuka materinya dengan menyampaikan sebuah dalil yang dikutip dari (Hadist Nabi yang diriwayatkan oleh Imam ahmad ) Innama bu’isttu liutammima makaarimal akhlaq. Menurut Prof. Syamsu ini adalah amanah wajib yang menjadi landasan dasar konselor dalam menjalankan profesinya yakni memperbaiki akhlak. Remaja dan generasi muda yang seharusnya menjadi agen pembaharu untuk memperbaiki Bangsa yang semakin terjebak dengan perilakuk-perilaku amoral. Sejumlah kasus yang menimpa anak negeri menjadi perhatian serius bagi kalangan konselor. Kenakalan remaja, narkotika, free sex,,HIV/AIDS, prostitusi dikalangan para siswi, tindak kekerasan, kriminal, dan segudang data baik yang berhasil disorot media maupun yang tidak menjadi keprihatinan khusus para pendidik, orang tua dan khususnya konselor yang selama ini telah jelas bidang garapannya yakni pengampu pelayanan ahli bimbingan dan konseling, terutama dalam jalur pendidikan formal dan non formal.

Materi berlanjut dengan antusias para peserta yang semakin tinggi. “Membangun karakter” lanjut pemateri, menjadi harga mati yang wajib dicanangkan oleh konselor. Strategi yang dilakukan bisa dilakukan dalam lima garis besar : 1) Penciptaan iklim religius, penataan sosio, emosional, dan kultur akademik. 2) Terpadu dalam Proses belajar mengajar. 3) Terpadu dalam program ektrakurikuler. 4) Terpadu dalam Program bimbingan dan konseling, dan yang ke 5) Bekerja sama dengan pihak lain. Sedangkan pendidikan karakter melalui bimbingan dan konseling yakni melalui empat layanan. 1) Pribadi :Keimanan dan ketaqwaan, konsep diri, rasa percaya diri, sikap optimis. 2) Bidang social : toleransi, empati, solidaritas. 3. Belajar : meyakini belajar sebagai suatu ibadah, memiliki sikap belajar sepanjang hayat,  memiliki achievement motive.4) Karir  :Meyakini bekerja sebgaai ibadah, memahami kemampuan diri, 3) Memahami dunia kerja, memiliki kompetensi yang dipersyaratkan, dan dapat bekerjasama. Demkian beberapa point yang digambarkan Prof. Syamsu untuk membangun karakter peserta didik melalui tangan-tangan konselor. Secara garis besar peran konselor menciptakan generasi muda yang berkarakter sangat diharapkan.

Sesi ke II, Prof. Dr. Prayitno




Setelah acara diskors untuk istirahat dan jam makan siang, seminar kemudian berlanjut di sesi yang kedua. Dalam hal ini Prof. Prayit memiliki kesempatan pertama menyampaikan materi. Hal pertama yang disinggung Prof.Prayit ialah terkait dengan profesi konselor. Konselor ialah seorang pendidik, yang telah jelas hal ini termaktub dalam UU No 20/2003 pasal 1 butir 6:

“Pendidik ialah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur,fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan”. Melalui profesi pendidik konselor harus profesional. Dalam hal ini Prof. Prayit memaparkan lebih dalam terkait dengan bagaiamana dan apa yang harus dilalui calon-calon konselor untuk bisa mendapatkan profesi konselor ini? Yakni digambarkan dalam sebuah segitiga yang disebut dengan



Tiga komponen ini meliputi

  1. Dasar Keilmuan          : Ilmu Pendidikan
  2. Substansi Profesi       : Belajar dan pembelajaran dan substansi pendidikan
  3. Praktik Profesi            : Praktik profesi dengan substansi pendidikan



Ini menjadi ruh seorang konselor yang bergerak dalam bidan pendidikan. Permendiknas telah mengatur dalam UU No 27/2008 tentang standart kualifikasi dan kompetensi konselor (SKAKK) bahwa :

Konselor           : S1BK+ PPK
Kompetensi     : 17 kompetensi inti

Maka, menjadi syarat mutlak calon-calon konselor yang sekarang menempuh proses pendidikannya di strata satu untuk melanjutkan program profesi setelah masa studi selesai. Semua itu dilakukan agar terbentuk konselor-konselor yang memiliki kualifikasi khusus, professional dalam menjalankan profesinya karena sudah terlatih secara terampil.

Selama ini  image konselor   sekolah masih dianggap sebagai polisi sekolah karena memang orang-orang di dalamnya yang memegang peranan tidak berasal dari latar pendidikan BK. Untuk memperbaiki citra, tentu langkah demikian ini yang harusnya digalakkkan. Jika tahun-tahun lalu masih banyak toleransi di sana-sini, orang- orang dengan latar pendidikan non BK bisa mengambil profesi BK, maka tahun-tahun mendatang hal ini akan menjadi larangan keras. Terpilihnya konselor harus melalui seleksi yang ketat, ungkap Prof Prayit dengan nada penuh energik.

Dengan santun, hangat dan semangat Prof.Prayit meletakkan harapan besar kepada generasi pegubah bangsa ini agar benar-benar memperhatikan hal ini, demi menempatkan profesi konselor sesuai dengan porsi dan bagian masing-masing. Membangun citra konselor di dunia pendidikan menjadi lebih baik. Kriteria Sekolah yang baik  ialah siswanya tidak perlu bimbel di luar lembaga dan sekolah tersebut siswanya tidak pernah dikeluarkan, karena sudah ada konselor di sekolah tersebut yang akan menjadi mediator utama melayani apa yang dibutuhkan siswa, lalu bagaimana caranya? Sebelum mengembalikan kepada moderator Prof. Prayit menambahakan “yakni dengan BM3 : Berikir, merasa, bersikap, bertindak, dan bertanggungjawab



Dr. Widyo Winarso (Kemendikbud RI) 




Pemateri berikutnya ialah Dr. Widyo Winarso menyampaikan materi yang terkait erat dengan pendidikan multikultural. Peran konselor juga sangat urgen di dalamnya. Beliau menuturkan bahwa Indonesia dengan berjuta keragaman yang dimiliki memerlukan kesadaran yang tinggi dari semua elemen untuk menjaga keragaman ynag begitu luar biasa ini. Keragaman dari berbagai segi ini merupakan kekayaan yang tak dapat dihitung dalam jumlah nominal. Penggerogotan dari banyak pihak sedang gencar dilakukan, sehingga memerlukan kekuatan untuk tetap bertahan menjaga. Konselor hendaknya memainkan perannya menerapkan pendidikan multikultural. Pendidikan yang tidak memihak, pendidikan yang mengutamakan kepentingan bersama, tidak ada diskriminasi antar sesama, dan memberikan hak serupa dalam semua kesempatan, yang harapannya kemudian konselor mampu menghasilkan insan yang cerdas secara komprehensif.

Seminar berlangsung dengan begitu hikmat. Penataan dibanyak bidang digalakkan untuk mempertegas eksistensi konselor agar tebentuk konselor-konselor terlatih dan mampu memberikan kontribusi untuk Bangsa dan Negara menjadi kesimpulan moderator yang kemudian menutup acara sekitar pukul 15.25 WIB.

  

Komentar Yuk..