Laporan Oleh : Rina Mulyani, Peserta Seminar International, Wakil Bendahara Bem-J BKI

Seminar tersebut
terselenggara atas kerja sama HIMA BIKONS ( Himpunan Mahasiswa Bimbingan dan
Konseling) Universitas Riau dengan IMABKIN serta ABKIN (Asosiasi Bimbingan
Konseling Indonesia) dengan menghadirkan empat pembicara:
- Prof.Madya Dr. Salleh Amat (Dosen BK Universitas Kebangsaan Malaysia)
- Prof. Prayetno MSc.E.d (Guru Besar BK Universitas Negeri Padang)
- Prof.Dr. Syamsu Yusuf L.N (Kaprodi BK Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung)
- Dr. Widyo Winarso (Kemendikbud RI, Jakarta)
Seminar
tersebut dimulai pukul 08.10 WIB dan berakhir pada pukul 14.50 WIB. Acara
terbagi dalam dua sesi. Sebelum masuk dalam pembahasan peserta dihibur dengan
tarian adat yang ditampilkan oleh mahasiswa BK UNRI, sambutan oleh ketua
panitia yang diwakili oleh Muhammad Subhan mahasiswa BK UNRI, sambutan Ketua
IMABKIN Pusat oleh Syahril Ramadhani mahasiswa BK UPI Bandung, dan sambutan
ketiga oleh KAPRODI BK UNRI Drs. Abu Asy’ari M.Pd. Kons.
Masuk
pada Sesi yang pertama diisi oleh dua pembicara yakni Prof. Madya Dr.Salleh
Amat dan Prof. Dr.Syamsu Yusuf L.N. Dalam
makalah Prof. Salleh menyampaikan beberapa hal penting tentang konseling yakni
tentang hal dasar yang mutlak dimiliki oleh guru BK.
Selain kepribadian, contoh, serta teladan yang
baik, konselor juga harus “terlatih”. BK memiliki peran yang begitu urgen dalam
membentuk peradaban Bangsa terutama melalui jalur pendidikan. Tidak hanya
membantu siswa dengan segudang masalahnya namun juga membantu siswa dalam semua
bidang di sekolahnya.
Lanjutan
penuturanya menyatakan bahwa Konseling telah berkembang di Malaysia sejak tahun
1960an. Perkembangan ini semakin diperhatikan
pemerintah Malaysia mengingat peran konselor sendiri yang dirasa begitu
penting. Kompetensi ini tidak akan berkembang jika dimaksimalkan dalam hal materi
saja, namun juga ditekankan dalam hal praktik/latihan intensif. Proses mencapai
professional ini ditempuh melalui proses yang dilalui dengan melalui beberapa step. Sebagai contoh di Malaysia telah
terbentuk CACREP (Counsil for
Accreditation of Counseling and Related Educational Program) melalui IRCEP (The International Registry of Conselor
Educational Program. Program pelatihan ini dilakukan di luar konseling yang
dicetuskan oleh induk lahirnya konseling yakni dari Amerika. Faktor dibentuknya
program ini karena beberapa rumusan Amerika yang tidak bisa diterapkan untuk
seluruh dunia. Namun IRCEP tetap membentuk standart kurikulum yang hampir sama
untuk membentuk konselor yang kompeten dan dipakai di seluruh dunia.
Dibagian
akhir pemaparan Prof. Salleh menyampaikan appreciate yang luar biasa
dengan perkembangan konseling di Indonesia. Sehingga dengan pertemuan dalam
forum ini akan merekatkan silaturrahmi kedua Negara dengan menjalin kerja sama
lebih intens di bidang konseling. Kemudian, harapan besar untuk seluruh
konselor mampu memberikan kontribusinya membangun peradaban dunia melalui berbagai lini dapat terwujud.
Pembicara
ke II, Prof. Dr. Syamsu Yusuf L.N dengan judul materi “Peran Konselor Dalam
Pendidikan Karakter di Era GLobalisasi”, membuka materinya dengan menyampaikan
sebuah dalil yang dikutip dari (Hadist Nabi yang diriwayatkan oleh Imam ahmad )
Innama bu’isttu liutammima makaarimal
akhlaq. Menurut Prof. Syamsu ini adalah amanah wajib yang menjadi landasan
dasar konselor dalam menjalankan profesinya yakni memperbaiki akhlak. Remaja
dan generasi muda yang seharusnya menjadi agen pembaharu untuk memperbaiki
Bangsa yang semakin terjebak dengan perilakuk-perilaku amoral. Sejumlah kasus
yang menimpa anak negeri menjadi perhatian serius bagi kalangan konselor.
Kenakalan remaja, narkotika, free sex,,HIV/AIDS, prostitusi dikalangan para
siswi, tindak kekerasan, kriminal, dan segudang data baik yang berhasil disorot
media maupun yang tidak menjadi keprihatinan khusus para pendidik, orang tua
dan khususnya konselor yang selama ini telah jelas bidang garapannya yakni
pengampu pelayanan ahli bimbingan dan konseling, terutama dalam jalur
pendidikan formal dan non formal.
Materi
berlanjut dengan antusias para peserta yang semakin tinggi. “Membangun karakter”
lanjut pemateri, menjadi harga mati yang wajib dicanangkan oleh konselor.
Strategi yang dilakukan bisa dilakukan dalam lima garis besar : 1) Penciptaan
iklim religius, penataan sosio, emosional, dan kultur akademik. 2) Terpadu
dalam Proses belajar mengajar. 3) Terpadu dalam program ektrakurikuler. 4)
Terpadu dalam Program bimbingan dan konseling, dan yang ke 5) Bekerja sama
dengan pihak lain. Sedangkan pendidikan karakter melalui bimbingan dan
konseling yakni melalui empat layanan. 1) Pribadi
:Keimanan dan ketaqwaan, konsep diri, rasa percaya diri, sikap optimis. 2) Bidang social : toleransi, empati,
solidaritas. 3. Belajar : meyakini
belajar sebagai suatu ibadah, memiliki sikap belajar sepanjang hayat, memiliki achievement motive.4) Karir
:Meyakini bekerja sebgaai ibadah, memahami kemampuan diri, 3)
Memahami dunia kerja, memiliki kompetensi yang dipersyaratkan, dan dapat
bekerjasama. Demkian beberapa point yang digambarkan Prof. Syamsu untuk
membangun karakter peserta didik melalui tangan-tangan konselor. Secara garis
besar peran konselor menciptakan generasi muda yang berkarakter sangat
diharapkan.
Sesi
ke II, Prof. Dr. Prayitno
Setelah
acara diskors untuk istirahat dan jam makan siang, seminar kemudian berlanjut
di sesi yang kedua. Dalam hal ini Prof. Prayit memiliki kesempatan pertama
menyampaikan materi. Hal pertama yang disinggung Prof.Prayit ialah terkait
dengan profesi konselor. Konselor ialah seorang pendidik, yang telah jelas hal
ini termaktub dalam UU No 20/2003 pasal 1 butir 6:
“Pendidik
ialah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor,
pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur,fasilitator, dan sebutan lain
yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan
pendidikan”. Melalui profesi pendidik konselor harus
profesional. Dalam hal ini Prof. Prayit memaparkan lebih dalam terkait dengan
bagaiamana dan apa yang harus dilalui calon-calon konselor untuk bisa
mendapatkan profesi konselor ini? Yakni digambarkan dalam sebuah segitiga yang
disebut dengan
Tiga komponen ini meliputi
- Dasar Keilmuan : Ilmu Pendidikan
- Substansi Profesi : Belajar dan pembelajaran dan substansi pendidikan
- Praktik Profesi : Praktik profesi dengan substansi pendidikan
Ini
menjadi ruh seorang konselor yang bergerak dalam bidan pendidikan. Permendiknas
telah mengatur dalam UU No 27/2008 tentang standart kualifikasi dan kompetensi
konselor (SKAKK) bahwa :
Konselor
: S1BK+ PPK
Kompetensi : 17 kompetensi inti
Maka,
menjadi syarat mutlak calon-calon konselor yang sekarang menempuh proses
pendidikannya di strata satu untuk melanjutkan program profesi setelah masa
studi selesai. Semua itu dilakukan agar terbentuk konselor-konselor yang
memiliki kualifikasi khusus, professional dalam menjalankan profesinya karena
sudah terlatih secara terampil.
Selama
ini image konselor sekolah
masih dianggap sebagai polisi sekolah karena memang orang-orang di dalamnya
yang memegang peranan tidak berasal dari latar pendidikan BK. Untuk memperbaiki
citra, tentu langkah demikian ini yang harusnya digalakkkan. Jika tahun-tahun
lalu masih banyak toleransi di sana-sini, orang- orang dengan latar pendidikan
non BK bisa mengambil profesi BK, maka tahun-tahun mendatang hal ini akan menjadi
larangan keras. Terpilihnya konselor harus melalui seleksi yang ketat, ungkap
Prof Prayit dengan nada penuh energik.
Dengan
santun, hangat dan semangat Prof.Prayit meletakkan harapan besar kepada
generasi pegubah bangsa ini agar benar-benar memperhatikan hal ini, demi menempatkan
profesi konselor sesuai dengan porsi dan bagian masing-masing. Membangun citra
konselor di dunia pendidikan menjadi lebih baik. Kriteria Sekolah yang
baik ialah siswanya tidak perlu bimbel
di luar lembaga dan sekolah tersebut siswanya tidak pernah dikeluarkan,
karena sudah ada konselor di sekolah tersebut yang akan menjadi mediator utama
melayani apa yang dibutuhkan siswa, lalu bagaimana caranya? Sebelum
mengembalikan kepada moderator Prof. Prayit menambahakan “yakni dengan BM3 :
Berikir, merasa, bersikap, bertindak, dan bertanggungjawab
Dr.
Widyo Winarso (Kemendikbud RI)
Pemateri
berikutnya ialah Dr. Widyo Winarso menyampaikan materi yang terkait erat
dengan pendidikan multikultural. Peran konselor juga sangat urgen di dalamnya.
Beliau menuturkan bahwa Indonesia dengan berjuta keragaman yang dimiliki
memerlukan kesadaran yang tinggi dari semua elemen untuk menjaga keragaman ynag
begitu luar biasa ini. Keragaman dari berbagai segi ini merupakan kekayaan yang
tak dapat dihitung dalam jumlah nominal. Penggerogotan dari banyak pihak sedang
gencar dilakukan, sehingga memerlukan kekuatan untuk tetap bertahan menjaga. Konselor
hendaknya memainkan perannya menerapkan pendidikan multikultural. Pendidikan
yang tidak memihak, pendidikan yang mengutamakan kepentingan bersama, tidak ada
diskriminasi antar sesama, dan memberikan hak serupa dalam semua kesempatan,
yang harapannya kemudian konselor mampu menghasilkan insan yang cerdas secara
komprehensif.
Seminar
berlangsung dengan begitu hikmat. Penataan dibanyak bidang digalakkan untuk
mempertegas eksistensi konselor agar tebentuk konselor-konselor terlatih dan
mampu memberikan kontribusi untuk Bangsa dan Negara menjadi kesimpulan moderator
yang kemudian menutup acara sekitar pukul 15.25 WIB.