Website BEM-J BKI UIN Sunan Kalijaga

Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan Bimbingan Konseling Islam UIN Sunan Kalijaga(BEM-J BKI UIN SUKA)

Website BEM-J BKI UIN Sunan Kalijaga

Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan Bimbingan Konseling Islam UIN Sunan Kalijaga(BEM-J BKI UIN SUKA)

Website BEM-J BKI UIN Sunan Kalijaga

Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan Bimbingan Konseling Islam UIN Sunan Kalijaga(BEM-J BKI UIN SUKA)

Website BEM-J BKI UIN Sunan Kalijaga

Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan Bimbingan Konseling Islam UIN Sunan Kalijaga(BEM-J BKI UIN SUKA)

Website BEM-J BKI UIN Sunan Kalijaga

Bem-J BKI menerbitkan Buletin tri Bulanan, KONSISTEN

Senin, 14 Januari 2013

Jurusan BKI Selenggarakan Workshop Pembuatan Program Basis Data Administrasi Layanan BKI


Jurusan Bimbingan dan Konseling Islam (BKI) Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga menyelenggarakan Workshop Pembuatan Program Basis Data Administrasi Layanan BKI pada Sabtu, 13 Oktober 2012. Workshop yang diselenggarakan di Ruang Sidang lantai 2 Fakultas Dakwah ini dihadiri oleh dosen BKI dan guru-guru BK dari sekolah-sekolah yang bekerja sama dengan Jurusan BKI.

Workshop ini bertujuan untuk merespon kriteria standar pendidikan nasional yang mana mahasiswa BK seharusnya mempunyai berbagai keahlian dan ketrampilan untuk memberikan pelayanan bimbingan dan konseling sesuai harapan. Salah satunya adalah membekali mahasiswa Jurusan BKI dengan keahlian pengelolaan basis data bimbingan dan konseling.

Guna memfasilitasi hal tersebut, jurusan BKI merasa perlu disusun sebuah program komputer pelayanan bimbingan dan konseling.

Seperti yang diungkapkan Ketua Panitia Workshop, A. Said Hasan Basri, S.Psi., M.Si., jika Jurusan BKI sudah memiliki program aplikasi tersebut, maka dapat diajarkan kepada seluruh mahasiswa di Jurusan Bimbingan dan Konseling Islam Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga.

"Apalagi di sisi lain, penggunaan program basis data secara komputerisasi pada administrasi bimbingan dan konseling masih langka digunakan oleh sekolah atau madrasah di Indonesia, sehingga harapannya setelah terbuatnya program komputer ini, nantinya dapat diaplikasikan di berbagai sekolah/madrasah yang membutuhkan," tambah Said Hasan Basri.

Sesi workshop dimulai dengan paparan narasumber, Andik Danang Prasetyo, S.Kom., salah satunya mengenai kriteria software yang baik. Kriteria tersebut diantaranya adalah : software tersebut mudah digunakan oleh siapapun, tidak sering error, mudah dikembangkan sesuai kebutuhan dan kebijakan mendatang, dan kompatibilitasnya dengan sistem operasi. Andik Danang Prasetyo yang juga praktisisoftware development ini menampilkan beberapa program aplikasi BK yang sudah ada. Juga dibahas mengenai kelebihan dan kekurangan masing-masing program. Sesi selanjutnya adalah mengumpulkan daftar kebutuhan pengguna aplikasi BK. Guru-guru BK dari berbagai sekolah antusias menyampaikan respon, masukan, dan harapannya.

Target dari workshop ini adalah tersusunnya sebuah program aplikasi layanan bimbingan dan konseling di sekolah dan madrasah. Kemudian program tersebut akan digandakan, sehingga dapat digunakan secara luas bagi dunia pendidikan khususnya bidang bimbingan dan konseling islam. (ahmd)

Sumber : http://dakwah.uin-suka.ac.id/berita/dberita/95

Dr. Anwar Sutoyo : Pengembangan Laboratorium BKI Hendaknya Tidak Melupakan Al Quran dan Al Hadits


Didasari fenomena pembelajaran di Indonesia yang lebih bersifat teoritis, seakan proses pembelajaran hanya merupakan proses penumpukan fakta, konsep, dan teori semata, jurusan Bimbingan dan Konseling Islam (BKI) mengadakan workshop  laboratorium BKI. Dalam workshop yang dihelat di Bandungan (19-20 Oktober 2012) ini membahas bagaimana agar pembelajaran BKI tidak hanya masalah penyampaian materi belaka, melainkan dengan cara lebih membekali mahasiswa dengan life skill dan budi pekerti. Kedepannya diharapkan mahasiswa bisa mengenal betul kondisi masyarakat secara komprehensif. Tidak lagi menghasilkan lulusan yang cenderung hidup di dunia angan-angan dan tak mampu berbuat banyak terhadap lingkungan sekitarnya.

Salah satu pemikiran untuk mewujudkan tujuan tersebut adalah dengan mengadakan laboratorium BKI dimana di dalamnya mewadahi kuliah praktik dan mengoptimalkan pemanfaatannya. Dalam praktikum diharapkan mahasiswa bisa memperoleh berbagai informasi terkait bidang keahlian, mendapatkan kesempatan untuk menerapkan teori yang diterima di kelas, dan memperoleh pengalaman kerja sesuai bisang keahlian.

Masalahnya, sampai saat ini pemikiran tentang pengadaan laboratorium di BKI selalu mandeg hanya sampai wacana. Setiap pembahasan belum sampai pada masalah teknis dan urung mewujudkan sebuah laboratorium BKI yang jelas.

Salah satu langkah awal yang riil untuk mewujudkan laboratorium BKI adalah workshop laboratorium BKI ini. Dalam workshop ini, jurusan BKI mendatangkan akademisi dari Universitas Negeri Semarang, 

Dr. Anwar Sutoyo. Ketua Prodi BK Pascasarjana UNNES ini menggarisbawahi pengembangan laboratorium BKI hendaknya tidak melupakan dasar segala sumber pendekatan BK yaitu Al Qur’an dan Al Hadits.

Anwar Sutoyo juga menekankan hendaknya laboratorium BKI tidak henti-hentinya menggali lebih jauh ayat Al-Quran untuk diterapkan di bidang bimbingan dan konseling. Karena saat ini banyak konselor melakukan pendekatan ke klien hanya mendasarkan pada teori-teori dari barat. Faktanya, banyak pengalaman kasus yang dihadapi beliau, ada jawabannya di Al-Quran dan Al-Hadits yang dijamin kebenerannya tanpa ada keraguan sedikit pun.

Sementara itu, dalam penyampaian materi sesi kedua, Dr. Nurjannah mengadakan brainstrorming standar kompetensi yang seharusnya dicapai oleh seorang Konselor Islami. Pula, langkah-langkah riil apa yang harus diambil dan segera dilaksanakan untuk percepatan realisasi laboratorium BKI. Targetnya dalam satu tahun kedepan laboratorium BKI sudah terealisasi. Bukan mimpi lagi.(ahmd)

Sumber : http://dakwah.uin-suka.ac.id/berita/dberita/97

Objektifitas di Balik Pembubaran (R)SBI

Oleh : Fauzan Anwar Sandiah
Redaktur Buletin Konsisten 


RSBI dan SBI sejak lama diduga menjadi pelopor diskriminasi dalam dunia pendidikan. RSBI dan SBI, sekolah reguler ataupun akselerasi dicirikan oleh kurikulum, alokasi waktu pembelajaran, sarana dan prasarana. Perbedaan ini berpangkal pokok pada tujuan dan sasaran dari masing-masing jenis satuan pendidikan.  RSBI dan SBI mencolok pada upayanya menghasilkan kualitas lulusan dengan akreditasi yang dianut oleh Negara Anggota Organisation for Co-Operation and Development (OECD). RSBI dan SBI pun dianggap lebih dari sebuah label karena pemenuhan atas kriteria-kriteria seperti, tersedianya pendidik strata dua (S2), penggunaan bahasa internasional, dan sejumlah kegiatan pembelajaran serta alokasi waktu yang berbeda dengan satuan pendidikan lain.

Mahkamah Konstitusi pada selasa (08/01/2012) telah menjatuhkan keputusan dalam perkara permohonan pengujian Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional terhadap; Pembukaan, Pasal 28C ayat (1); Pasal 28E ayat (1), Pasal 28I ayat (2), Pasal 31 ayat (1), Pasal 31 ayat (2), Pasal 31 ayat (3), dan Pasal 36 UUD 1945, dengan akhir pembubaran RSBI dan SBI. Ayat yang menjadi masalah tersebut berbunyi, “Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional.”

Terhitung sejak 28 Desember 2011 surat permohonan pengujian UU sudah diajukan kepada Kepaniteraan Mahkamah dengan berkas yang sebelumnya sudah tercatat sejak 11 Januari 2011. Tujuh pemohon yang terdiri dari swasta, dosen, dan orang tua murid yang dibantu oleh Tim Advokasi “Anti Komersialisasi Pendidikan” akhirnya berhasil menuai kerja keras dalam kurun waktu yang cukup lama yakni dari 2011 sampai 2013. Setidaknya ada tiga alasan penting yang dibawa oleh pemohon dalam  konteks “Legal Standing” sebagai pemohon, pertama, adalah penggunaan APBN sebagai salah-satu sumber pembiayaan RSBI dan SBI;kedua, kekhawatiran akan terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan dana RSBI dan SBI;terakhir mengenai pemungutan RSBI dan SBI yang dianggap janggal dikarenakan alasan pertama.

Akhir dari (R)SBI

Ada 1.300 RSBI dan SBI yang menerima Alokasi dana Block Grant yang berkisar antara 200 sampai 300 juta per tahun untuk jenjang satuan pendidikan dasar sampai menengah yang selama ini berjalan otomatis harus dialihkan kedalam program lain karena keputusan pembubaran RSBI dan SBI oleh MK. Pengalihan dana Block Grant ini harus mencermati dan memaknai persoalan dana Block Grant yang sudah pernah beberapa kali menimbulkan polemik.

Dana Block Grant ini tentu adalah masalah yang tidak kalah penting dibandingkan alasan-alasan ideologis dan paradigmatik atas keberadaan RSBI dan SBI, serta alasan-alasan lain yang berbicara dengan wacana tentang hak-hak warga negara untuk mendapatkan kualitas pendidikan tanpa diskriminasi. Tercatat pada pertengahan tahun 2012, mencuat sejumlah kasus dugaan korupsi yang melibatkan PNS dalam kasus korupsi dana Block Grant senilai 1 M di Mojokerto bulan Juni, serta sejumlah kasus serupa yang melibatkan petinggi/elit pendidikan semisal yang terjadi di Kab. Tangerang pada bulan agustus.

Akhirnya, RSBI dan SBI adalah dinamika dunia pendidikan bagi Indonesia. Keberadaan RSBI dan SBI pada bermacam sisi menyulut pro dan kontra. Sebagai dinamika dalam sistem pendidikan, RSBI dan SBI bisa jadi adalah respon terhadap kebutuhan akan upaya pembangunan kualitas SDM yang lebih mudah terlihat dan secara kongkrit hadir melalui lembaga pendidikan formal. RSBI dan SBI bisa jadi juga adalah cara sistem pendidikan membuka upaya kreatif dalam artian menumbuhkan minat kompetitif positif penyelenggara pendidikan. Dibubarkannya RSBI dan SBI tidak serta merta menjadikan permasalahan telah selesai, perlu dipikirkan juga mengenai biaya perawatan fasilitas, sarana dan prasarana, serta tunjangan bagi para pendidik. Selain itu juga, kemungkinan akan adanya minat yang besar dari orang tua murid berbondong-bondong berpikir untuk memindahkan anaknya ke bekas sekolah RSBI dan SBI, bagaimana dengan persoalan pembiayaan?. Penggunaan kurikulum International Baccalaureate juga entah akan bagaimana nasibnya kelak, karena bahan ajar atau kurikulum ini juga memerlukan dana. Pemerintah memang memiliki alasan atas keberadaan RSBI dan SBI, misalnya, sebagai jawaban atas tuntutan sebagian masyarakat yang menginginkan wadah pendidikan berkualitas didalam negeri. Sehingga murid tidak perlu keluar jauh meninggalkan sanak famili ke luar negeri hanya karena mengejar mutu pendidikan.

RSBI dan SBI yang kemudian disamaratakan menjadi sekolah “biasa”, bagaimanapun juga akan tetap memperlihatkan perbedaan. Jika semangat penolakan RSBI dan SBI adalah spirit hak kesetaraan menerima kualitas pendidikan tanpa ada diskriminasi, maka ini malah menambah pertanyaan yang tidak kalah rumitnya. Kualitas pendidik tidak merata, bahkan cenderung hanya menggemuk pada beberapa regional maju saja, sedangkan di regional pelosok tentu masih harus menempuh perjalanan cukup jauh  untuk mengupayakannya (kualitas guru). Serta bahan bacaan dan update informasi mengenai konten mata pelajaran terutama dalam bidang sains. Alasan bahasa penggunaan bahasa internasional dalam RSBI dan SBI yang juga turut disorot karena dikhawatirkan akan menghilangkan jati diri bangsa, tidak sepenuhnya dapat diterima. Penguasaan bahasa tidak selalu berjalan searah dengan kecintaan terhadap bahasa. Penghargaan terhadap bahasa-bahasa lokal mungkin hanya secara khusus menjadi mata pelajaran mandiri untuk beberapa jenis bahasa saja, semisal bahasa jawa.

Kastanisasi pendidikan yang dianggap tercermin dari hadirnya RSBI dan SBI bukan hal yang baru. Dimana-mana kastanisasi pendidikan selalu ditandai dengan adanya penggolongan dan pembedaan dari biaya operasional pendidikan yang harus dibayarkan oleh pihak penerima layanan pendidikan. RSBI dan SBI sebagai bentuk kastanisasi untuk beberapa aspek dapat diterima dan dapat juga ditolak. Meskipun Penggolongan murid RSBI dan SBI serta sekolah reguler bukanlah penggolongan kastanis, tapi penggolongan permintaan kualitas, serta permintaan kebutuhan variatif dari peserta didik, namun tetap saja ini dianggap bertentangan dengan undang-undang yang telah menjamin pendidikan bagi setiap warga negara.  Pada dasarnya pendidikan bebas diterima oleh siapa saja yang idealnya difasilitasi oleh pemegang kekuasaan. Entah bagaimana pemerintah akan berupaya membangun pendidikan tanpa harus mengorbankan kualitas dan tanpa harus mengorbankan hak warga negara. Entah bagaimana juga sekolah-sekolah dengan bentuk lain yang sebenarnya tidak berbeda dengan RSBI dan SBI yang juga menyerap dana operasional tidak sedikit dan menampakkan kastanisasi karena hanya melayani kaum berduit akan diatasi.

Sumber :
http://edukasi.kompasiana.com/2013/01/10/objektifitas-dibalik-pembubaran-rsbi-523112.html

Komentar Yuk..