Minggu, 19 Februari 2012

Brief Note About Counseling

Oleh : Fauzan Anwar Sandiah


Bimbingan Konseling Dan Kontribusinya

Gibson dan Mitchell (2011) menawarkan diskusi kecil mengenai “mengapa kita memutuskan untuk masuk pada bidang bimbingan konseling?”. bimbingan konseling sangat berbeda dengan ilmu kedokteran yang pada dasarnya memang menjadi bidang popular dan diminati sebagaimana study finance. akan tetapi pertanyaan Gibson dan Mitchell memberikan refleksi dan jawaban dengan konteks sendiri jika kita tempatkan pada kondisi Indonesia.

berbeda dengan di Amerika dimana konseling lahir sejak 1908 dan berkembang begitu pesat dibawah situasi perang dingin dan perang dunia (Gibson & Mitchell, 2008) dengan sedikit komentar, bahwa gerakan konseling memiliki peran vital secara historis bagi perkembangan Amerika Serikat sebagai Negara Adidaya termasuk sejarah kontribusinya dalam tekanan perang tersebut hingga era globalisasi sekarang. bagaimana dengan di Indonesia sendiri?. apakah konseling memang sudah mengemban peran sebagaimana ia tumbuh di Amerika?

Pernyataan mengenai peranan Konseling dalam bangunan kekuatan Amerika berasal dari Gibson dan Mitchell sendiri. dalam bukunya Bimbingan Konseling, beliau menyatakan

“kita melihat peluang bagi konseling untuk menjadi profesi penolong sesungguhnya bukan lain karena kemampuan historisnya merespons kebutuhan masyarakat” (Gibson & Mitchell, 2008 : 36)

pada kalimat itu Gibson dan Mitchell berbicara dalam konteks dimana ia sendiri membagi sejarah bimbingan konseling kedalam dua klasifikasi besar, yakni (1). perkembangan konseling di Dunia Pendidikan Amerika Serikat , (2). Perkembangan Program Konseling di Lembaga dan Organisasi. Gibson dan Mitchell bahkan mengakui bahwa sejak awal berdirinya Amerika Serikat, Konseling sudah turut terlibat, bahkan mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah Amerika Serikat, khususnya  Presiden ketiga Thomas Jefferson. mengapa di Indonesia terkesan tidak?.

berbicara kontribusi tidak akan terlepas dari peran bimbingan konseling sendiri, dimana bimbingan konseling harusnya mampu membaca problem masyarakat. tetapi kecenderungan yang terjadi adalah bahwa (contoh kecilnya saja) gejala-gejala penyimpangan perilaku sejak dini (masih perlu studi mendalam), bagi penulis secara pribadi masih dipandang remeh di Indonesia. menurut Sri Hastuti Bimbingan Konseling pada usia dini di Indonesia masih belum menjadi prioritas[1]. ketika penulis mencoba melakukan observasi di lembaga pendidikan Sekolah Dasar, memang sebagaimana komentar seorang dosen juga bahwa disana tidak akan ditemukan sesuatu yang terlalu signifikan khususnya dalam konteks problem anak usia dini. akan tetapi lagi-lagi ini masih tidak bisa dibuktikan dengan logika seperti demikian. terlalu cepat menyimpulkannya, mengingat kasus di Indonesia tidak bisa hanya dilihat dari bagaimana besarnya arus informasi yang ditampilkan oleh media[2].

jika penyikapan terhadap gejala-gejala seperti demikian saja masih diremehkan bagaimana mungkin berharap besar akan kontribusi bimbingan konseling?. fakta ini menyebabkan masalah serius bagi pengembangan bimbingan konseling secara merata di Indonesia. secara pragmatisnya, ber-exes pada lapangan pekerjaan, studi, dlsb.


Bimbingan Konseling Dan Kontroversinya

terlepas dari bagaimana konseling didefinisikan, sekarang harus diakui bahwa konseling tidak lagi identik dengan pendidikan, atau tepatnya ketika konseling disatukan dengan kata bimbingan, dan bahkan jauh sebelumnya kata konseling, dari Counseling diterjemahkan sebagai penyuluh. sehingga muncul kebingungan bahwa apakah konseling itu menasehati atau tidak?.

menjawab keraguan ini, mari kita simak pendapat W.S Winkel (2010), Winkel berpendapat bahwa pemberian nasehat dalam konseling tidak mungkin terhindarkan akan tetapi mengingat ini adalah usaha untuk memandirikan individu maka sedapat mungkin nasehat hanya sampai pada saat dimana individu memang sangat memerlukan nasehat tapi tetap dengan garisnya bahwa itu bukan bujukan individu untuk bertingkah laku tertentu.

berdasarkan pada hasil wawancara, menurut Sri Hastuti, selama puluhan tahun W.S. Winkel melakukan riset dan pengembangan terhadap bimbingan konseling di Indonesia, didapati kesimpulan bahwa Bimbingan Konseling bukanlah bentuk nasehat. meski begitu fakta yang ditemukan dilapangan menunjukkan pemberian nasehat menjadi normal pada praktek-praktek bimbingan konseling.

namun perlu diingat bahwa upaya sinergi masih ada, seperti yang diusulkan oleh WS. Winkel bahwa jika memang terdapat perbedaan dalam memahami definisinya maka kita hanya perlu untuk melihatnya sebagai penekanan semata. pernyataan ini diungkapkan dalam konteks menyikapi perbedaan pandangan tokoh bimbingan konseling, yang bagi WS. Winkel adalah bagian dari refleksi masing-masing pencetus definisi.

jika pandangan WS. Winkel tersebut ditarik dalam bagaimana Bimbingan Konseling Islam, jelaslah memang sangat berbeda secara radikal bangunan antara Bimbingan konseling islam dan bimbingan konseling umum. perbedaan mendasarnya antara lain menurut analisis Abdul Choliq Dahlan terhadap teori Tohari Musnamar, yang bagi penulis tidak berbeda jauh juga dengan yang disampaikan oleh Anwar Sutoyo(2009), adalah (1). konsep kesehatan mental menurut islam, (2). sumber teori bimbingan konseling, (3). konsep pelaksanaan__arah pandang nilai filosofis, (4). aplikasi konsep pahala dan dosa. (Abdul Choliq Dahlan, 2009:21-23)

apakah ini bisa berarti bahwa Bimbingan konseling sebagai ilmu diintervensi oleh agama?, tentu menarik untuk menjawab pertanyaan ini. tapi sayangnya analisis historis bimbingan konseling Gibson dan Mitchell terhadap hal ini seakan menunjukkan bahwa bimbingan konseling adalah bagian juga dari kegiatan para wali Ilahi (Gibson & Mitchell, 2011:38). termasuk nama-nama seperti Nabi Muhammad Saw, dan Yesus Kristus, diakui Gibson dan Mitchell sebagai konselor terbesar dan juga sekaligus guru humanistik semua manusia. selain secara person adanya tokoh wali Ilahi tersebut yang menunjukkan bahwa tidak adanya intervensi agama dalam bimbingan konseling, Gibson dan Mitchell pula menunjukkan bahwa rumah ibadah (gereja) telah menjadi tempat pelaksanaan bimbingan konseling sejak lama, dan rumah ibadah juga yang menjadi poros pembinaan rohani individu.

Demikian, Wallahu a’lam bishshawaab,
Al-Fakir Illa Allah, Nashrun Min Allah Wa Fathun Qorib




[1] wawancara langsung 16 Januari 2012, waktu itu penulis merupakan salah-satu dari perwakilan redaksi Konsisten yang datang bertemu beliau di Laboratorium Bimbingan Konseling Universitas Sanata Dharma

Komentar Yuk..