Oleh : Fauzan Anwar Sandiah
Bimbingan Konseling Dan Kontribusinya
Gibson dan Mitchell (2011)
menawarkan diskusi kecil mengenai “mengapa
kita memutuskan untuk masuk pada bidang bimbingan konseling?”. bimbingan
konseling sangat berbeda dengan ilmu kedokteran yang pada dasarnya memang
menjadi bidang popular dan diminati sebagaimana study finance. akan tetapi pertanyaan Gibson dan Mitchell
memberikan refleksi dan jawaban dengan konteks sendiri jika kita tempatkan pada
kondisi Indonesia.
berbeda dengan di Amerika dimana
konseling lahir sejak 1908 dan berkembang begitu pesat dibawah situasi perang
dingin dan perang dunia (Gibson & Mitchell, 2008) dengan sedikit komentar,
bahwa gerakan konseling memiliki peran vital secara historis bagi perkembangan
Amerika Serikat sebagai Negara Adidaya termasuk sejarah kontribusinya dalam
tekanan perang tersebut hingga era globalisasi sekarang. bagaimana dengan di
Indonesia sendiri?. apakah konseling memang sudah mengemban peran sebagaimana
ia tumbuh di Amerika?
Pernyataan mengenai peranan
Konseling dalam bangunan kekuatan Amerika berasal dari Gibson dan Mitchell
sendiri. dalam bukunya Bimbingan Konseling, beliau menyatakan
“kita melihat
peluang bagi konseling untuk menjadi profesi penolong sesungguhnya bukan lain
karena kemampuan historisnya merespons kebutuhan masyarakat” (Gibson &
Mitchell, 2008 : 36)
pada kalimat itu Gibson dan
Mitchell berbicara dalam konteks dimana ia sendiri membagi sejarah bimbingan
konseling kedalam dua klasifikasi besar, yakni (1). perkembangan konseling di
Dunia Pendidikan Amerika Serikat , (2). Perkembangan Program Konseling di
Lembaga dan Organisasi. Gibson dan Mitchell bahkan mengakui bahwa sejak awal
berdirinya Amerika Serikat, Konseling sudah turut terlibat, bahkan mendapatkan
dukungan penuh dari pemerintah Amerika Serikat, khususnya Presiden ketiga Thomas Jefferson. mengapa di
Indonesia terkesan tidak?.
berbicara kontribusi tidak akan
terlepas dari peran bimbingan konseling sendiri, dimana bimbingan konseling
harusnya mampu membaca problem masyarakat. tetapi kecenderungan yang terjadi
adalah bahwa (contoh kecilnya saja) gejala-gejala penyimpangan perilaku sejak
dini (masih perlu studi mendalam), bagi penulis secara pribadi masih dipandang
remeh di Indonesia. menurut Sri Hastuti Bimbingan Konseling pada usia dini di
Indonesia masih belum menjadi prioritas[1].
ketika penulis mencoba melakukan observasi di lembaga pendidikan Sekolah Dasar,
memang sebagaimana komentar seorang dosen juga bahwa disana tidak akan
ditemukan sesuatu yang terlalu signifikan khususnya dalam konteks problem anak
usia dini. akan tetapi lagi-lagi ini masih tidak bisa dibuktikan dengan logika
seperti demikian. terlalu cepat menyimpulkannya, mengingat kasus di Indonesia
tidak bisa hanya dilihat dari bagaimana besarnya arus informasi yang
ditampilkan oleh media[2].
jika penyikapan terhadap
gejala-gejala seperti demikian saja masih diremehkan bagaimana mungkin berharap
besar akan kontribusi bimbingan konseling?. fakta ini menyebabkan masalah
serius bagi pengembangan bimbingan konseling secara merata di Indonesia. secara
pragmatisnya, ber-exes pada lapangan pekerjaan, studi, dlsb.
Bimbingan Konseling Dan
Kontroversinya
terlepas dari bagaimana konseling
didefinisikan, sekarang harus diakui bahwa konseling tidak lagi identik dengan
pendidikan, atau tepatnya ketika konseling disatukan dengan kata bimbingan, dan
bahkan jauh sebelumnya kata konseling, dari Counseling diterjemahkan sebagai
penyuluh. sehingga muncul kebingungan bahwa apakah konseling itu menasehati
atau tidak?.
menjawab keraguan ini, mari kita
simak pendapat W.S Winkel (2010), Winkel berpendapat bahwa pemberian nasehat
dalam konseling tidak mungkin terhindarkan akan tetapi mengingat ini adalah
usaha untuk memandirikan individu maka sedapat mungkin nasehat hanya sampai
pada saat dimana individu memang sangat memerlukan nasehat tapi tetap dengan
garisnya bahwa itu bukan bujukan individu untuk bertingkah laku tertentu.
berdasarkan pada hasil wawancara,
menurut Sri Hastuti, selama puluhan tahun W.S. Winkel melakukan riset dan
pengembangan terhadap bimbingan konseling di Indonesia, didapati kesimpulan
bahwa Bimbingan Konseling bukanlah bentuk nasehat. meski begitu fakta yang
ditemukan dilapangan menunjukkan pemberian nasehat menjadi normal pada praktek-praktek
bimbingan konseling.
namun perlu diingat bahwa upaya
sinergi masih ada, seperti yang diusulkan oleh WS. Winkel bahwa jika memang
terdapat perbedaan dalam memahami definisinya maka kita hanya perlu untuk
melihatnya sebagai penekanan semata. pernyataan ini diungkapkan dalam konteks
menyikapi perbedaan pandangan tokoh bimbingan konseling, yang bagi WS. Winkel
adalah bagian dari refleksi masing-masing pencetus definisi.
jika pandangan WS. Winkel
tersebut ditarik dalam bagaimana Bimbingan
Konseling Islam, jelaslah memang sangat berbeda secara radikal bangunan
antara Bimbingan konseling islam dan bimbingan konseling umum. perbedaan
mendasarnya antara lain menurut analisis Abdul Choliq Dahlan terhadap teori Tohari
Musnamar, yang bagi penulis tidak berbeda jauh juga dengan yang disampaikan
oleh Anwar Sutoyo(2009), adalah (1).
konsep kesehatan mental menurut islam, (2). sumber teori bimbingan konseling,
(3). konsep pelaksanaan__arah pandang nilai filosofis, (4). aplikasi konsep
pahala dan dosa. (Abdul Choliq Dahlan, 2009:21-23)
apakah ini bisa berarti bahwa Bimbingan konseling sebagai ilmu
diintervensi oleh agama?, tentu menarik untuk menjawab pertanyaan ini. tapi
sayangnya analisis historis bimbingan konseling Gibson dan Mitchell terhadap
hal ini seakan menunjukkan bahwa bimbingan konseling adalah bagian juga dari
kegiatan para wali Ilahi (Gibson & Mitchell, 2011:38). termasuk nama-nama
seperti Nabi Muhammad Saw, dan Yesus Kristus, diakui Gibson dan Mitchell sebagai
konselor terbesar dan juga sekaligus guru humanistik semua manusia. selain
secara person adanya tokoh wali Ilahi tersebut yang menunjukkan bahwa tidak
adanya intervensi agama dalam bimbingan konseling, Gibson dan Mitchell pula
menunjukkan bahwa rumah ibadah (gereja) telah menjadi tempat pelaksanaan
bimbingan konseling sejak lama, dan rumah ibadah juga yang menjadi poros
pembinaan rohani individu.
Demikian, Wallahu a’lam bishshawaab,
Al-Fakir Illa Allah, Nashrun Min Allah Wa Fathun Qorib
[1]
wawancara langsung 16 Januari 2012, waktu itu penulis merupakan salah-satu dari
perwakilan redaksi Konsisten yang datang bertemu beliau di Laboratorium
Bimbingan Konseling Universitas Sanata Dharma
[2]
tanggal 17 Februari 2012, Siswa SD
melakukan penusukan terhadap siswa SMP, http://news.detik.com/read/2012/02/19/054401/1845968/10/kpai-polisi-harus-bijak-tangani-kasus-penusukan-siswa-sd?9911012
dan http://news.detik.com/read/2012/02/17/190258/1845517/10/tak-menyesal-menusuk-temannya-siswa-sd-diperiksa-psikolog?9922022