Website BEM-J BKI UIN Sunan Kalijaga

Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan Bimbingan Konseling Islam UIN Sunan Kalijaga(BEM-J BKI UIN SUKA)

Website BEM-J BKI UIN Sunan Kalijaga

Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan Bimbingan Konseling Islam UIN Sunan Kalijaga(BEM-J BKI UIN SUKA)

Website BEM-J BKI UIN Sunan Kalijaga

Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan Bimbingan Konseling Islam UIN Sunan Kalijaga(BEM-J BKI UIN SUKA)

Website BEM-J BKI UIN Sunan Kalijaga

Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan Bimbingan Konseling Islam UIN Sunan Kalijaga(BEM-J BKI UIN SUKA)

Website BEM-J BKI UIN Sunan Kalijaga

Bem-J BKI menerbitkan Buletin tri Bulanan, KONSISTEN

Senin, 21 November 2011

Sukses Belajar? What it is??

Oleh : Triningsih
(Aktivis BEM-J BKI)


Ketika seorang mahasiswa ditanya, apa sih arti kesuksesan studi di kampus bagimu? Sukses studi di kampus adalah ketika mendapat nilai yang tinggi dan dapat menyelasaikan kuliah tepat waktu, ditambah lagi mendapatkan predikat cumclaude! Pecaya gak percaya, itulah ukuran sukses bagi sebagian mahasiswadi perguruan tinggi.

Pandangan itulah yang seharusnya diluruskan. Apakah layak seorang mahasiswa dikatakan sukses ketika dia sudah bisa mendapatkan nilai tinggi dan mendapat peringkat cumclaude. Bagi sebagian orang, sukses tidak bisa diukur dengan nilai tinggi dan predikat cumclaude, tetapi lebih kebagaimana dia bisa memberikan yang terbaik untuk dirinya sendiri dan juga orang lain, aplikatif dari ilmu yang dia dapat, banyak pengalaman,dll.

Situasi kondisi belajar di kampus sangatlah berbeda jika dibandingkan di sekolah dulu. Di kampus, seorang mahasiswa dituntut untuk mandiri dan proaktif dalam proses belajarnya. Haruslah pintar-pintar menyesuaikan diri. Jadi disini sangat dibutuhkan ketrampilan mahasiswa untuk mengolah informasi dan bahan-bahan secara efektif. Hal itu bisa dengan cara mengetahui gaya belajarnya dengan cerdas, cara membaca efektif, mencatat secara efektif, dll.

Gaya belajar

Gaya belajar (learning style) sering diartikan sebagai karakteristik  dan pilihan individu mengenai cara mengumpulkan informasi, menafsirkan mengorganisasi, merespon dan memikirkan informasi tersebut.
Gaya belajar dapat dibeakan menjadi 3:
a.        Gaya belajar visual
Gaya belajar visual yaitu gaya belajar yang lebih banyak menggunakan indra mata sebagai alat untuk menyerap informasi.
b.      Gaya belajar auditorial
Gaya belajar auditorial yaitu gaya belajar yang lebih banyak menggunakan indra telinga sebagai alat untuk menyerap informasi.
c.       Gaya belajar kinestetik
Gaya belajar kinestetik yaitu gaya belajar yang lebih menekankan praktek langsung atas apa yang sedang dipelajari.

Membaca efektif

Dalam hal ini perlu diingat semboyan dalam bahasa latin: “non multa sed multum” yang maknanya bahwa yang terpenting dari bacaan bukanlah jumlah buku yang telah dibaca, akan tetapi berapa banyak hasil yang diperoleh dari bacaan tadi.

Tujuan membaca adalah untuk memperoleh banyak pemahaman dari bacaan. Tidak ada gunanya apabila membaca dengan cepat namun tidak bisa memahami isi dari yang dibaca. Begitu juga sebaliknya, dapat memahami sepenuhnya memahami isi bacaan namun membaca dengan sangat lambat. Untuk itu diperlukan kemampuan membaca efektif.

Mencatat efektif

Catatan yang efektif adalah yang berisi pokok-pokok materi yang dibaca ataupun yang dipelajari. Catatan yang singkat tetapi unik akan menarik kita untuk kembali membacanya.

Menulis efektif

Dalam konteks pembelajaran di perguruan tinggi, seorang mahasiswa tidak hanya dituntut untuk trampil membaca dan menulis namun juga menuangkan ide-idenya dalam bentuk tulisan. Untuk itu ketrampilan menulis efektif sangatlah penting untuk dimiliki. Terdapat empat unsur pokok dalam kegiatan menulis: gagasan, pengungkapan, tatanan dan bahasa. Tulisan yang baik adalah yang setidaknya terdapat empat unsur pokok tadi.

Mitra Ummah (MU) DALAM EKSISTENSI BKI

Oleh : Abdul Latif
(Ketua BEM-J BKI)


Mata kuliah bukanlah sekedar teori yang wajib untuk dicatat, dipahami, ataupun dihafalkan. Akan tetapi hal itu lebih ditekankan pada aplikasinya dalam kehidupan. Yakni, dalam bentuk tindakan yang riil. Untuk itu perlu adanya wadah yang dapat menampung serta mengembangkan potensi keilmuan yang telah diperoleh. Sehingga, mahasiswa dapat mengembangkan potensi keilmuannya secara maksimal. Tidak salah kiranya jika mahasiswa jurusan BKI, menuntut adanya laboratorium khusus sebagai tempat belajar mengaplikasikan keilmuannya. Karena sebagai calon konselor ( yang katanya islam menjadi basicnya ), mahasiswa  BKI haruslah mampu mengintegrasi-interkoneksikan keilmuannya secara baik dan tepat, sesuai dengan jargon andalan UIN yang selama ini selalu dibangga-banggakan. Selain sebagai tempat untuk melakukan riset, hal itu juga untuk pengembangan mental bagi mahasiswa. Sehingga, tidak canggung ketika benar-benar terjun dalam masyarakat.

Adanya sarana dan pra-sarana bagi mahasiswa BKI sangatlah diharapkan. Agar nantinya dapat menghasilkan konselor-konselor yang profesional dan mampu bertanggung jawab terhadap diri serta lingkungannya. Selain itu, juga dapat mempertegas eksistensi BKI sebagai salah satu jurusan di fakultas Dakwah yang berperan aktif terhadap mahasiswanya.

Mitra Ummah yang lebih familiar dengan sebutan MU, adalah suatu Badan Otonom Mahasiswa Jurusan Bimbingan Konseling Islam yang ada di UIN Sunan Kalijaga (BOM-F BKI). MU sendiri lahir dari bentuk kegelisahan para mahasiswa  karena tidak ada ruang untuk mengaktualisasikan teori yang mereka dapat dari bangku kuliah. Dengan slogan “Wahana Aktualisasi Berbagi Solusi”, MU berusaha memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk mengembangkan teorinya ke dalam praktik nyata,  terhadap probematika yang ada pada masyarakat kontemporer. Adanya BOM-F BKI MU ini bukan hanya sekedar wadah harapan bagi mahasiswa untuk mempunyai laboratorium khusus BKI, akan tetapi MU juga memfasilitasi mahasiswa untuk belajar bagaimana berorganisasi.

Seiring dengan berputarnya waktu, tak sedikit mahasiswa yang ikut bergabung dalam naungan MU. Akan tetapi, dewasa ini tak sedikit pula dari mereka hanyalah sebagai penyumbang nama dalam daftar keanggotaan MU. Entah mengapa…? Mungkin juga perbedaan karakter dalam diri setiap individu dari masa ke masa, atau mungkin karena semakin ketatnya sistem yang diberlakukan kepada  mahasiswa, seperti presensi 75 % yang itu secara tidak disadari akan membentuk pribadi mahasiswa menjadi individualis. Meskipun dilain sisi mahasiswa lebih dituntut agar disiplin dalam perkuliahan.

Sempat dikhawatirkan MU akan kehilangan gairah perjuangannya, karena tak jarang agenda kegiatan yang telah terorganisir secara rapi tertutup begitu saja tanpa bekas. Bukanlah MU yang salah, akan tetapi oknum yang berperan di dalamnyalah yang seharusnya sadar bagaimana tanggungjawabnya terhadap eksistensi dan bagaimana nasib MU ke depan. Akan tetapi dengan melihat statistik dari pendaftaran calon anggota baru MU 2008, 2009, 2010, semoga inilah masa akan kembalinya Mitra Ummah sebagai wadah aktualisasi bagi mahasiswa khususnya jurusan BKI. Harapannya MU bukan hanya sebagai atribut yang ada dalam birokrasi kampus, akan tetapi bagaimana MU dapat berbicara banyak untuk menjawab tuntutan zaman. Dengan itu penerimaan anggota baru bagi MU baiknya lebih diprioritaskan untuk membentuk pribadi sebagai calon konselor yang memiliki jiwa integrity, loyalty, serta berkompetensi, yang diharapkan MU dapat memberi kontribusi positif pada mahasiswa dan juga terhadap perkembangan jurusan Bimbingan Konseling Islam, Fakultas Dakwah bahkan Universitas secara luas.

Antara komunikasi, konseling dan konselor

Oleh : Qomariyah
(Aktivis Mitra Ummah Jogjakarta)


“Mari bicara” begitulah salah satu iklan teh di televisi, atau “ngomong dong” di iklan permen yang sempat menjadi trend mode beberapa waktu yang lalu. Masih banyak lagi iklan serupa yang mengajak kita untuk ngungkapin perasaan . Atau seperti kata temen deket kita “Gimana dia mau nerima kamu, kalau kamu aja gak pernah ngomong suka sama dia”, atau “Komunikasi itu penting dalam sebuah hubungan, jangan sampai kamu putus komunikasi dengan dia”. Kata sebagian besar orang komunikasi itu begitu penting, orang mengerti apa yang kita mau, yang kita ingin atau rasa jika kita bicara, ngomong, mengungkapkan perasaan yang katanya itulah bentuk komunikasi.

Sebenarnya apa sih komunikasi?

 komunikasi itu menurut beberapa pakar
·         Merupakan usaha menimbulkan respon melalui lambang verbal maupun non verbal
·         Peristiwa sosial yang bertujuan memberikan informasi, membentuk pengertian, menghibur bahkan mempengaruhi orang lain

Jadi komunikasi itu merupakan sebuah proses pemberian informasi dari komunikator kepada komunikan dengan hasil berupa umpan balik.

Terus kalau dihubungkan sama konseling , kayak apa ya?
            
Dalam proses konseling komunikasi yang ada diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam penyelesaian masalah klien. Sehingga komunikasi yang dijalankan harus diusahakan selalu aktif, ada umpan balik  atau timbal balik komunikasi antara klien dan konselor. Sebuah komunikasi yang saling menanggapai satu sama lain, adanya keterbukaan dan keeratan dalam komunikasi tersebut.  Jadi komunikasi dalam konseling itu merupakan sebuah kegiatan komunikasi yang punya tujuan agar adanya umpan balik antar klien dan konselor sehingga terjadi perubahan pada diri klien untuk menyelesaikan masalahnya.
           
Komunikasi dalam konseling  terdiri dari dua macam, komunikasi verbal dan komunikasi non verbal. Berbicara secara aktif dengan klien dalam proses konseling, konselor harus punya beberapa ketrampilan komunikasi secara verbal. Ketrampilan itu diantaranya, ketrampilan penerimaan yang menjadi pintu pertama proses konseling, ketrampilan klarifikasi pernyataan klien, pemantulan, ketrampilan dalam penstrukturan agar pembicaraan berjalan sebagaimana mestinya, ketrampilan penempatan diam, berbagi pengalaman, pemberian jaminan dan dukungan pada klien, ketrampilan menolak rencana klien jika kurang sesuai dan  ketrampilan untuk melakukan konfrontasi terhadap pesan klien yang bermakna ganda. Ketrampilan-ketrampilan ini sangat dibutuhkan oleh konselor demi lancar dan keberhasilannya proses konseling.
            
Bentuk komunikasi dalam konseling yang kedua adalah komunikasi non verbal. Komunikasi verbal tanpa non verbal rasanya jadi kurang mantap, dan klien bakal tanya “mana ekspresinya?” Untuk menghindari pertanyaan itu maka seorang konselor harus mengunakan komunikasi non verbal untuk memperkuat dan memperjelas komunikasi. Komunikasi non verbal terdiri dari empat bentuk.  Pertama, penggunaan waktu, dalam proses konseling waktunya tepat sesuai jadwal apa tidak? Prioritas waktu untuk apa? Kedua, dengan menggunakan badan, ini komunikasi dengan menggunakan indra yang konselor punya, ekspresi wajah, anggukan, sentuhan maupun penampilan. Ketiga, dengan menggunakan media vokal. Komunikasi ini berupa tekanan suara(datar, tinggi, kuat,lemah), kecepatan bicara, kekerasan bicara maupun gaya bicara. Keempat, dengan menggunakan lingkungan. Yaitu penempatan jarak antara konselor dan klien, pengaturan penataan fisik, pemilihan pakaian yang dikenakan serta posisi dalam ruangan. Komunikasi non verbal akan memberikan efek yang besar bagi klien  jika dipakai secara pas dalam proses komunikasi konseling. Apalagi jika komunikasi yang dilakukan bisa mengkombinasikan antara kedua bentuk komunikasi ini. Bukan suatu hal yang mustahil untuk menciptakan komunikasi aktif yang penuh dengan keterbukaan dan kepercayaan klien.     

Why konselor musti belajar komunikasi konseling?      
          
Konselor akan mengetahui dan memahami banyak hal tentang diri klien. Karena memahami klien akan membantu konselor untuk memilih cara yang tepat bagaimana memperlakukan kliennya. Dari komunikasi, konselor dapat benar-benar terlibat dengan klien untuk menciptakan sebuah hubungan yang langgeng dan penuh keterbukaan. Keterbukaan klien merupakan pintu masuk konselor menemukan pribadi klien.  Komunikasi juga merupakan alat konselor untuk mempelajari komunikasi orang lain agar konselor dapat mengadaptasikan komunikasinya dengan komunikasi klien. Sehingga komunikasi yang dilakukan konselor dapat diterima secara baik oleh klien. Ketika komunikasi berjalan secara efektif, dialogis dan aktif maka akan tercipta sebuah komunikasi puncak. Komunikasi penuh keterbukaan tentang diri dan masalah klien sehingga proses konseling tidak tersendat. Karena informasi yang diberikan klien tidak setengah-setengah atau tidak ada yang ditutupi lagi.

So, konselor emang musti, kudu and harus belajar komunikasi agar proses konseling yang dilakukan dapat efektif tanpa banyak buang waktu. Mau jadi konselor solutif, belajar komunikasi konseling kuncinya...

Wacana Fiqh Difable

Oleh : Fauzan Anwar Sandiah


Pendahuluan
Beberapa waktu yang lalu penulis mencoba mencari buku-kitab yang sekiranya bisa dijadikan referensi atau acuan dalam membahas persoalan fiqih difabel. Namun, hingga saat ini sepanjang pengetahuan yang sangat sempit penulis. Penulis belum menemukan buku yang membahas fiqih difabel. Sehingga itu penulis hanya mampu memaparkan persoalan fiqh difabel secara ringkas. Istilah ini pertama kali penulis kenal melalui mata kuliah ushul fiqih dimana saat itu dosen sempat menyinggung mengenai fiqih difabel. Akhirnya dengan keterbatasan referensi. Maka, untuk mengetahui tentang perkembangan wacana fiqih difabel, penulis mencoba mengamatinya lewat media online-offline.

Fiqih secara bahasa berarti pemahaman. Orang arab mengartikannya sebagai kecerdasan manusia atau kemampuan manusia dalam menjelaskan suatu hal yang rumit. Awalnya kata ini digunakan dalam islam dengan makna pengetahuan seseorang atas segala aspek-aspek yang terdapat dalam agama. Hingga kemudian maknanya menyempit menjadi penggalian hukum atas tingkah laku manusia baligh(mukallaf) yang belum atau secara rinci dijelaskan dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Sedangkan kata Difabel secara umum dikenal dan diketahui berasal dari akronim bahasa inggris different abled people yang diperkenalkan pada tahun 1999 oleh aktivis gerakan kecacatan indonesia[1] yang berarti orang dengan berkemampuan berbeda. istilah ini muncul dengan alasan menjaga posisi penyandang cacat dari diskriminasi penggunaan istilah penderita cacat[2]. Namun secara luas makna kata difabel adalah perbedaan setiap orang dalam mencapai suatu tujuan. Misalkan antara seorang difabel-polio tentu untuk mencapai suatu tempat cenderung memakan waktu yang lebih lama daripada dengan seseorang yang non-folio. Contoh lainnya misalkan kekurangan penulis memahami bahasa jawa. Maka, dapat dikatakan bahwa penulis adalah difabel-bahasa jawa. Makna lainnya pun dapat disimpulkan bahwa difabel berarti perbedaan kemampuan seseorang dalam aspek fisik-non fisik terkait dengan pencapaian kepada tujuan.

Oleh karena itu jika dikaitkan dengan fiqih, maka fiqih difabel dapat diartikan sebagai penggalian hukum-hukum atas tingkah laku difabel. Dalam corak keagamaan islam umum boleh jadi permasalahan fiqih difabel telah sering dipergunakan oleh para ‘ulama. Namun yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah bagaimana upaya bimbingan konseling islami kemudian memanfaatkan fiqih difabel sebagai sarana dan acuan dalam pemantapan teori-teori yang digunakan dalam konseling islami. Dalam paradigma integrasi-interkoneksi mahasiswa Bimbingan Konseling Islami(BKI) Fakultas Dakwah UIN SUKA diharapkan telah menguasai permasalahan fiqih difabel. Akan tetapi pada kenyataannya gagasan persoalan fiqih difabel belum banyak dibahas pada pertemuan mata kuliah fiqih. Beberapa dosen telah membuka jalan dengan mulai memperkenalkan persoalan fiqih difabel dalam bimbingan konseling islami. Namun hingga saat ini belum ditemukan titik klimaksnya. Kegunaannya jelas, yakni dengan kesatuan antara teori keislaman(fiqih) dengan teori empiris dan rasional maka hal ini akan sangat membantu kemudahan proses perkembangan konseling islami kedepan.

Selama ini konseling islami pada beberapa bagian masih terikat dengan penggunaan teori psikologi barat sedangkan psikologi islam masih membutuhkan perkembangan yang cukup panjang. Hal ini jelas menimbulkan persoalan, karena antara pemahaman psikologi barat dan islam berbeda. Psikologi barat menganggap manusialah yang menciptakan tuhan sedangkan dalam islam Allah-lah (term tuhan) yang menciptakan manusia bukan sebaliknya. Jika hal ini dilarutkan maka bisa saja kemudian akan membias pada penggunaan teori-teori dalam konseling islami khususnya pada kasus difabel.

Urgensi fiqih difabel sangat diperlukan terkait dengan penjawaban tantangan zaman dan islam dalam bimbingan konseling islami. Selama ini difabel dalam islam diposisikan sebagai golongan yang kurang mendapatkan perhatian. Terutama persoalan fiqih. Meskipun dalam sejarah dicatat Imam Tirmidzi adalah difabel(buta). Kurangnya perhatian terhadap fiqih difabel tentunya berdampak pada bagaimana nantinya dalam proses konseling islami, konselor memperlakukan difabel sesuai dengan anjuran islam. Persoalannya yang muncul adalah beberapa pelaku bimbingan tidak memiliki teori tentang bagaimana memperlakukan klien-difabel sesuai dengan anjuran islam. Beberapa pelaku bimbingan konseling[3] mengeluh kurang referensi atau petunjuk yang sekiranya bisa dijadikan acuan[4].

Islam dan Kesempurnaan Manusia

Dalam Al-Qur’an surat At-Tagabun: 3
Dia menciptakan langit dan bumi dengan (tujuan) yang benar, dia membentuk rupamu,lalu memperbagus rupamu, dan kepada-NYA tempat kembali.

Jika kita memperhatikan kata wa showwarokum fa’ahsana shuwarakum kata ini diterjemahkan dengan arti Dan dia membentuk/menjadikan rupamu lalu memperindah rupamu. Kata ini secara tekstual memiliki makna bahwa Allah memperindah bentuk fisik manusia. Maka tentu hal ini memunculkan persoalan. Bagaimana dengan difabel?. Hal ini kemudian bisa kita alihkan pada ayat lainnya. At-Tin: 4-6
 
Sungguh kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.
Kemudian kami kembalikan dia ketempat yang serendah-rendahnya.
Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan; maka mereka akan mendapatkan pahala yang tidak ada putus-putusnya.

Pada surat at-Tin 4-6 secara tekstual dapat kita tarik kesimpulan. Bahwa pada dasarnya manusia itu diciptakan dalam keadaan yang sebaik-baiknya. Akan tetapi keadaan sebaik-baiknya itu akan menjadi sangat rendah ketika manusia sebagai makhluk yang sempurna kemudian keliru dalam persoalan iman dan perbuatan/amal positif. Dengan melihat ayat normatif seperti ini, penulis berkesimpulan bahwa pada dasarnya islam memandang semua posisi manusia itu sama. Meskipun secara ukuran kelengkapan fisik, difabel dianggap berbeda. Akan tetapi yang membedakannya adalah iman dan amal. Sampai sejauh ini posisi difabel dalam islam cukup jelas.

Bimbingan Konseling Islami dan Persoalan Difabel

Menurut hemat penulis difabel dibagi menjadi dua bagian. Pertama adalah difabel yang memang dialami sejak lahir. Dan yang kedua adalah Difabel yang dialami pasca-natal[5]. Berdasarkan pembagian ini dapat terlihat beberapa persoalan yang muncul terkait dengan perbedaan periode difabel. Jika difabel dialami sejak lahir maka sekiranya persoalan yang muncul biasanya adalah, Diskriminasi oleh lingkungan, perasaan kurang percaya diri dsb. Sementara jika difabel dialami setelah pasca-natal. Maka biasanya persoalan yang muncul adalah berupa perubahan aktivitas, pekerjaan, tanggung jawab pribadi berubah[6], perlakuan keluarga berubah, tata cara beribadah berubah, frustasi, depresi, dsb.

Salah satu prinsip yang digunakan dalam bimbingan konseling islami terkait dengan permasalahan individu adalah bahwa bimbingan konseling islami memiliki tugas untuk membantu individu terkait dengan penyesuaian diri terhadap lingkungan[7]. Oleh karena itu kemudian secara otomatis beberapa persoalan yang dihadapi difabel diatas merupakan tugas konselor islami untuk turut andil membantu memecahkan persoalan.
Saat ini ada beberapa hal yang bisa menjadi alternatif sementara bagi konselor islami dalam membantu atau memfasilitasi klien difabel dalam menemukan cara agar mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan. Beberapa cara tersebut antara lain melakukan pendekatan individual kemudian menyesuaikan pemberian pilihan-pilihan dalam memecahkan masalah dengan menyesuaikan berdasarkan kemampuan difabel.

Urgensi Fiqih Difabel

Urgensi fiqih difabel seperti yang disebutkan diatas adalah bahwa pada dasarnya fiqih difabel akan sekiranya dapat membantu proses bimbingan konseling islami. Contohnya seperti yang penulis sebutkan diatas bahwa beberapa pelaku bimbingan konseling islami mengeluhkan kurangnya referensi mengenai bagaimana perlakuan terhadap difabel. Pemberian perlakuan ini juga termasuk pada bagaimana memberikan materi, pengajuan alternatif pemecahan masalah, yang semuanya itu merupakan bagian didalam proses bimbingan dan konseling islami. Kasusnya terjadi ketika para pembimbing keagamaan pada pusat rehabilitasi Bina Grahita Temanggung, mengalami kesulitan dalam menjalankan proses bimbingan keagamaan terhadap difabel diakibatkan kurangnya referensi pelaksanaan bimbingan keagamaan[8]. Akhirnya bisa ditebak, para pembimbing keagamaan pada proses bimbingan keagamaan hanya berdasarkan pemahaman individu dari para pembimbing keagamaan tersebut. Sehingga pada prosesnya hal ini terlihat tidak sistimatis dan sulit diukur tingkat keberhasilannya.

Fiqih difabel sekiranya dapat menjadi tinjauan hukum mengenai suatu perilaku. Apalagi terkait dengan persoalan ibadah. Misalkan seorang difabel pasca-lahir mengalami kebuntuan tangan. Tentu menimbulkan pertanyaan, bagaimana dengan sah tidaknya air wudhu?bukankah pada wudhu kita dituntut untuk membasahi tangan?. Atau bagaimana sahnya ijab-qabul dalam pernikahan difabel tuna rungu?. Tentu jika pertanyaan ini menjadi inti permasalahan difabel. Kemudian difabel mencari jawabannya pada konselor islami. Kira-kira apa yang bisa menjadi jawaban dari konselor islami?.

Sampai sejauh ini sulit bagi konselor islami dalam menimbang alternatif pemecahan masalah jika kemudian konselor islami tidak memiliki referensi terkait persoalan ini. Mungkin dengan memanfaatkan prinsip pengalihan tugas. Bisa saja hal ini teratasi. Akan tetapi lagi-lagi kitab-kitab fiqih yang membahas difabel belum terlalu dikenal atau bahkan jarang diketahui. Sehingga bisa jadi tidak semua ‘ulama paham persoalan fiqih difabel.  

Penutup

Inti dari tulisan ini hanyalah memaparkan urgensi fiqih difabel dalam bimbingan konseling islami. Bimbingan konseling islami yang baru mulai berkembang tentu menuntut  agar celah-celah yang dapat menghambat tujuan dari bimbingan dan konseling islami segera diatasi. Terutama oleh para pakar-ahli. Jurusan Bimbingan Konseling Islami(BKI) Fakultas dakwah UIN SUKA sekiranya harus secara intensif  mulai memperkenalkan fiqih difabel kedalam mata kuliah fiqih, ushul fiqih. Sehingga sekiranya para alumni BKI fakultas dakwah memiliki kualitas yang memang lebih daripada Jurusan Bimbingan Konseling pada umumnya. Meski fiqih difabel minim. bagi penulis, pendirian Pusat Studi dan layanan Difabel yang diprakarsarai oleh Mantan rektor UIN SUKA Prof Dr. Amin Abdullah dan beberapa dosen lainnya setidaknya dapat menjadi pembantu pembuka jalan wacana-wacana ke-difabelan dalam konteks bimbingan dan konseling islami. Sekarang tinggal bagaimana seluruh elemen jurusan bimbingan konseling islami turut serta didalam pelaksanaannya.

Akhir kata, pembahasan dalam tulisan ini hanya sekedar pengantar. Karena pada dasarnya tulisan ini hanyalah untuk mengemukakan wacana semata. Kesimpulan dari isi tulisan ini penulis kembalikan kepada pembaca.saran dan kritik konstruktif sangat diperlukan.
Nashrun Minallah wa fathun qarib 



Daftar Pustaka

Al-Qur’an, Depag, 2004
Abdul Choliq Dahlan, Bimbingan Konseling Islami, Yogyakarta, Pura Pustaka, 2009
Dati Fatimah, Bencana dan Kerelaan Perempuan Difabel, dalam ; Galang Jurnal Filantropi dan Masyarakat Madani, Vol 3. No 1. Feb 2008.
Skripsi, Ratna Kurniati, Studi Tentang Pelaksanaan Bimbingan Keagamaan Terhadap Penyandang Cacat Mental Di Pusat Rehabilitasi Sosial Bina Grahita Kartini Temanggung, UIN-SUKA, Fakultas Tarbiyah, Jurusan Pendidikan Agama Islam, 2003
Skripsi, Nur Widayati, Tingkah Laku beragama penyandang cacat mental (studi pada siswa SLB Tunas Bhakti di yayasan dharma bhakti pleret bantul), UIN-SUKA, Fakultas Dakwah, Jurusan Bimbinga dan Penyuluhaan islam, 2005
Sunan Kalijaga News, edisi IV No. 18/November-Desember 2007.


[1] Sunan Kalijaga News, edisi IV No. 18/November-Desember 2007.
[2] Dati Fatimah, Bencana dan Kerelaan Perempuan Difabel, dalam ; Galang Jurnal Filantropi dan Masyarakat Madani, Vol 3. No 1. Feb 2008.
[3] Istilah pelaku bimbingan konseling islami berasal dari istilah pelaku bimbingan keagamaan
[4] Skripsi, Ratna Kurniati, Studi Tentang Pelaksanaan Bimbingan Keagamaan Terhadap Penyandang Cacat Mental Di Pusat Rehabilitasi Sosial Bina Grahita Kartini Temanggung, UIN-SUKA, Fakultas Tarbiyah, Jurusan Pendidikan Agama Islam, 2003. Hal 73.
[5] Pembagian ini berasal pada saat penulis mengikuti matakuliah Aplikasi BKI
[6] Dati Fatimah, Loc, cit
[7] Abdul Choliq Dahlan, Bimbingan Konseling Islami, Yogyakarta, Pura Pustaka, 2009. Hal 48-47
[8] Lihat kesimpulan skripsi Ratna Kurniati yang digunakan sebagai referensi tulisan ini.

Dibalik Suatu Bencana

Oleh : Oki Lukmanul Hakim
(Aktivis BEM-J BKI)


Beberapa bulan kebelakang bangsa kita telah mengalami beberapa bencana, dan kitapun sudah mengetahui berbagai kejadian yang terjadi di Negara kita, mulai banjir di Wasior, ibu kota terkena banjir yang sudah pasti setiap tahunnya terjadi kebanjiran, selain itu bencana yang masih hangat di telinga bangsa Indonesia yaitu terjadinya gempa dan tsunami di kepulauan mentawai  yang mengakibatkan 311 orang meninggal,  411 orang dinyatakan hilang, dan 2.000 kepala keluarga mengungsi yang tak tau kapan mereka akan merasakan hidup seperti yang sebelumnya terjadi bencana. Tak terlupakan juga bencana yang terjati di daerah istimewa Yogyakarta, kotayang dijuluki kota pelajar ini mengalami musibah yaitu gunung merapi meletus yang mengakibatkan 21 orang tewas dan ratusan orang mengungsi.

Sebagai bangsa Indonesia kita harus faham dan tahu keadaan tanah airnya sendiri, para ahli mengatakan Negara Indonesia adalah Negara yang rentang dengan bencana alam, karna daratan yang ada di Indonesia dikelilingi perairan dan gunung-gunung yang dinyatakan akiif.

Melihat pelbagai kejadian yang terjadi di Negara kita, maka kita seharusnya bertanya kenapa Indonesia kerap sekali dengan bencana adakah alasan selain yang dipaparkan oleh para ahli yang mengedepankan hal-hal yang ilmiah atau teoritis yang bisa mereka ungkapan dari hasil mereka sendiri melalui berbagai percoban, tapi mereka lupa dengan sisi lain, mereka tidak menyinggung bagaimana menurut agama, dan bagaimana menurut budaya yang biasa dianut dan dipercaya sebagian besar bangsa Indonesia.

Bangsa Indonesia adalah bangsa beragama dan berbudaya. Jika melihat dari segi agama, semua agama mengajarkan magaimana kita memelihara alam dengan baik dan bagaiman pula menjawab alasan kenapa alam marah kepada kita? Kita seharusnya sadar bahwa alam tidak akan marah jika kita tidak merusaknya. Coba kita lihat sekarang ini mesyarakat malah sebaliknya, mereka bukan memelihara alam, bukan menyayangi alam, mereka malah merusaknya. Pantas aja alam marah pada kita, mereka juga mahkluk dan sama mereka ingin di pelihara dan disayang sebagaimana sikap mahkluk hidup lainnya.

Kemudian budaya pun mengatakan demikian, budaya mengajarkan bagaimana sikap kita pada alam, dan bagaimana kita harus mengerti dan menghormati alam. Bukan berarti kita harus menyembah pada alam, tapi kita patuh pada alam, karna apa? Karna tadi diatas sudah dijelaskan bahwa alam juga mahkluk yang sama ingin di pelihara dan disayang sama muhkluk lainya. Kadang juga agama dan budaya dapat menjawab pelbagai kejadian alam yang terjadi di Negara kita ini.

Sebagai manusia yang diberi akal, janganlah kita memandang suatu kejadian atau musibah dari satu sudut pandang saja kita punya agama dan budaya, agama mengajarkan pada umatnya bagaimana sikap pada alam. Bahkan dalam al- Qur’an dijelaskan “ alam ruksak karana ulah manusia sendiri”. Maka kita harus sadar ada apa dengan kita kepada alam? Bahkan ketika tejadi suatu bencana kita, agama pun memberi  jawaban, apakah ini suatu cobaan, peringatan, atau suatu siksaan berupa hadiah yang diberikan Tuhan pada Manusia. Kalaupun ini adalah suatu cobaan yang datang dari Tuhan Allah SWT, maka sebagaimana yang tersirat dalam ayat-ayat dalam Al-qur’an yang menjelaskan bahwa, ketika kita mendapati sebuah musibah, maka kita harus kembalikan padaNya selaku yang berkuasa atas alam ini, Kita hanya bisa bedo’a dan berharap kepada Tuhan mudah-mudahan pelbagai musibah yang terjadi di bangsa kita ini adalah suatu ujian, yang kemudian Iman kita semakin kuat. Amin…

Anak dan Dunia Bermain Mereka

Oleh : Suwantin Kusuma Ayu
(Aktivis BEM-J BKI)

Judul Buku            : Mendongkrak Kecerdasan Anak Melalui Bermain dan Permainan
Penulis                  : M.Thoboni dan Fairuzul Mumtaz
Tahun Terbit         : Cetakan Pertama, 2011
Penerbit                : Ar Ruzz Media, Yogyakarta
Dimensi Buku       : 13,5x20 cm / 92 hlm

Anak dalam masa pertumbuhannya dipengaruhi berbagai macam factor baik factor ekstenal maupun Internal. Dibalik semua itu anak tidak bisa  dilepaskan dari dunianya yaitu dunia bermain. Bermain dalam kamus  besar bahasa  Indonesia  berarti adalah “melakukan sesuatu untuk bersenang-senang”.  Dengan bermain akan menimbulkn kegairah tersendiri. Selain itu bermain merupakan sarana edukasi bagi tubuh kembang anak. Manfaat bermain sangatlah banyak. Meliputi berbagai aspek, diantaranya aspek fisik, , sosial hingga aspek moral.  Pada  aspek fisik bermain dapat melatih kemampuan otot  serta menstimulasi indra tubuh, sedangkan pada apek sosial anak akan belajar mandiri dan lepas dari orang tuanya sekaligus belajar untuk menyelesaikan masalah. 
Pemilihan jenis permainan juga sangatlah penting. Yang perlu diperhatikan dalam pemilihan permainan diantaranya, melalui buku ini kita akan diajak penulis untuk mengarungi samudra bermain sebagai salah satu media edukasi bagi kecerdasan anak. Dalam buku ini , penulis tidak hanya memaparkan tahapan demi tahapan perkembangan serta tugas`perkembangan anak yang bisa menjadi referensi bagi orang tua dan pendidik.  Namun juga memparkan seputar dunia bermain yang sngat luas. Dari mulai manfaat bermain, tujuan dari bermain dan permainan, Jenis-jenis permainan , tips memilih permainan serta beberapa contoh permainan islam yang bisa menjadi referensi. Penulis juga mengajak kita untuk membuka mata serta merubah mainstream yang selama ini kta bangun. Bahwa kecerdasan hanya terbentuk melalui kegiataan belajar saja , padahal kecerdasan anak bisa terbentuk pula melalui dunia bermainnya.
Bahasanya yang ringan dan mudah dicerna sangat pas  untuk  ibu-bu dari berbagai kalangan sebagai referensi untuk  mendidik putra-putri mereka.  Buku ini juga bisa menjadi rujukan yang pas bagi pendidik anak usia dini serta aktivis anak maupun sebagai referensi keilmuan bagi mahasiswa. 
Sayangnya penulis tidak membahas setiap sub bahasanya secara mendalam sehingga menimbulkan rasa penasaran serta tanda tanya . Pembahasan yang lebih mendalam dan luas akan memperkaya wawasan , selain itu pembaca akan lebih mudah memahaminya. Penyertaan contoh-contoh real akanmenjadikan buku ini semakin berbobot.
Namun dibalik semua kekurangan ini, buku ini tetap memberikan warna bebeda berkaitan dengan dunia anak. Dunia bermain seakan menjadi sesuatu hal yang kurang diperhatikan. Faktanya anak-anak justru kehilangan dunianya diusia dini. Dengan membaca buku ini diharapkan bisa  menjadi referensi bagi pendidik untuk lebih memperhatikan dunia anak yaitu dunia bermain serta bisa menjadi rujukan untuk membuat inovasi baru didunia pendidikan. Oleh karena itu jangan lewatkan untuk membaca buku yang sangat menarik dan asyik ini jika anda tidak ingin menyesal suatu hari nanti. Selamat Membaca

Abdul Latif : "FBKIT perlu dukungan mahasiswa"

(MIDI) Rapat lanjutan membahas, Forum BKI Terbuka (FBKIT), berlangsung tadi siang (15/11/2011). Rapat ini memang sudah direncanakan sebelumnya guna memperkuat pelemparan wacana menjadi aksi. Rapat ini masih membahas tentang beberapa problem dalam jurusan BKI, yang menurut para hadirin adalah matakuliah BKI, kejelasan program pendidikan dalam jurusan BKI, yang sampai saat ini belum jelas.
Turut hadir dan memoditor adalah ketua BEM-J BKI, Abdul Latif. Kemudian hadir kembali Rifal Munafahmi dan Rina Mulyani sebagai pembicara dalam rapat ini. Serta beberapa rekan dari divisi intelektual (Oki Lukmanul Hakim), divisi media informasi (Alifyan Zulfikar), Divisi Konseling (Luthfi Faishol), rekan Mitra Ummah yang berkesempatan hadir lewat ketua umumnya (Qomariyah).
Rapat yang berjalan cukup lama ini masih belum menemukan titik point akhir dalam, artian akan seperti apa kelanjutan FBKIT ini, entah pada persoalan teknis maupun pada persoalan persiapan materi. Untuk menindak lanjuti problematika ini, Abdul Latif mengatakan akan mengundang dan meminta saran dari beberapa rekan mahasiswa diluar BEM-J yang bisa memberikan masukan terhadap BEM-J.
“pada pertemuan selanjutnya saya akan mencoba menghubungi mahasiswa lain agar bisa memberikan masukan terhadap FBKIT dan kita butuh dukungan” tutup Abdul Latif mengakhiri rapat.
Penyusun : Team DIvisi Media Informasi (MIDI)
Foto : Alfiyan Zulfikar

Komentar Yuk..